Connect with us

Ketik yang Anda cari

CATATAN KHAS KMA

Profesor Energik!

Prof Atun Wardatun

SAYA cukup beruntung. Dua hari, sejak Ahad, 29 Agustus 2021, hingga keesokan harinya, saya bisa jumpa dan diskusi dengan dua tokoh ini: Dr Abdul Wahid dan istrinya, Prof Dr Atun Wardatun.

Berinteraksi dengan pasutri intelektual pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram ini, bagi saya tentu sangat istimewa. Istimewa diskusinya, juga istimewa kesempatannya. Tidak sebentar. Hari kedua, mulai pukul 09.30 – sampai 13.50 Wita. Lama sekali. Saya harus makan siang dan shalat dzuhur di Kalikuma EduCamp & Library. Ini tempat yang mereka bangun di kawasan Ule, Kota Bima.

Pada saat makan siang, keduanya tidak ikut makan. Puasa. Tidak puas, saya pun mengundang lagi keduanya. Sekalian buka puasa di Bukit Jatiwangi. Di Villa Ratu Balqis, milik Muzakir pimpinan Garda Asakota. Di sini, diskusi berlanjut hingga pukul 20.40 Wita.

Saya sudah lama mengetahui kiprah pasutri yang sama-sama diberkahi kecerdasan lebih ini. Mereka seperti Romeo dan Juliet. Sejak menikah, mereka sudah melanjutkan studi S2 dan S3 bersama. Itu bukan di dalam negeri, tetapi di Amerika dan Australia.

Bahkan, uniknya kerap menjadi pembicara internasional juga bersama. Diundang dan hadir dalam satu acara yang sama. ‘’Seperti perjalanan liburan saja, tetapi mendapat fasilitas,’’ kata wanita yang lahir di Bima, 30 Maret 1977 ini kepada saya.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Prof Atun Wardatun menyelesaikan S1 di Fakulas Syari’ah UIN Sunan Ampel pada 1997, kemudian menyelesaikan Magister Agama di UIN Kalijaga pada 2000. Melanjutkan lagi studi MA di University of Nothern Iowa Amerika pada 2006. Studi Doktoral diselesaikan di Western Sydney University pada 2017 dan meraih gelar Ph.D. Ia dikukuhkan sebagai guru besar pada Juni 2021 ini.

Nawa sedang bermain bersama ayahnya, Dr Abdul Wahid.

Di Kalikuma, selain sosok keduanya, saya juga diam-diam memperhatikan Nawa, anak ke 4 mereka. Bocah ini terlihat lincah dan periang. Rasa ingin tahunya sangat besar. Nama lengkapnya Anama Waheeba, lahir 28 Oktober 2016. Dia bergerak ke sana ke mari, sambil utak atik handphone android ayahnya.

Ternyata dia sambil belajar. Belajar apa saja. Bahkan sudah bisa menjawab teka-teki kata dengan cara menghubungkan huruf acak dalam permainan. Nawa adalah satu-satunya putri dari empat anak yang lahir dari perakwinan mereka.

Baca juga: Ujian Seorang Doktor

Pada sesi diskusi kami, hal paling menarik bagi saya adalah terjemahan Al-quran dalam bahasa Bima. Saat ini, Prof Atun sedang menyelesaikannya bersama tim. Suaminya juga ikut terlibat dalam tim itu.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

‘’Saat ini kami (saya, suami, dan tim) terlibat dalam proyek penerjemahan Al-quran ke dalam bahasa Bima,’’ katanya kepada saya di Bukit Jatiwangi.

Pada 1 Muharram lalu, masing-masing mereka anggota tim, baru menyelesaikan satu juz. ‘’Pengalaman ini sangat luar biasa karena beberapa alasan,’’ tambahnya.

Atun menyebutkan, pesan-pesan Al-quran ternyata akan terasa lebih kuat menghujam ketika dialihbahasakan ke dalam bahasa lokal. ‘’Ada rasa berbahasa yang kuat sebagai pengguna bahasa tertentu yang pasti melibatkan berbagai faktor. Bahasa Bima adalah bahasa ibu, bahasa pertama, dan bahasa yang mengiringi pembentukan kepribadian dan perjalanan hidup saya,’’ jelasnya.

Ada getaran hati yang lebih ketika firman Allah itu dibaca dengan bahasa lokal. ‘’Muncul kesadaran yang lebih kuat lagi akan dekat dan manusiawinya cara Allah berkomunikasi dan memberikan petunjuk, pilihan, peringatan, kisah, perumpamaan, untuk kita hambaNya,’’ jelas Atun.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Aapakah ada hambatan?  ‘’Alihbahasa adalah sesuatu yang kompleks. Struktur bahasa Arab dan Bima tentu berbeda, perbendaharaan kata juga tidak selalu bisa saling merepresentasikan makna,’’ katanya.

Saat berbincang di Bukit Jatiwangi.

Bagi Atun, pengalaman menerjemahkan Al-quran dalam bahasa Bima ini menjadi tantangan tersendiri. Terutama bagi putra dan putrinya yang lahir di rantauan, karena mereka tidak begitu mengenal bahasa Bima.

‘’Saya akan lebih serius mengajarkan anak-anak saya berbahasa Bima. Harapan saya, kelak hasil karya ini bisa juga mereka nikmati sama dengan perasaan yang ibunya miliki saat ini,’’ harapnya.

Banyak hal lain yang kami diskusikan. Tidak cukup waktu sedikit. Saya berharap suatu waktu masih bisa berjumpa. Berbicara banyak hal, belajar banyak hal, sehingga juga menginspirasi banyak orang.

Uniknya, saya sulit menentukan judul untuk tulisan ini. Jadilah ya judul di atas itu. Tetapi jangan harap Anda akan menemukan kata itu dalam tulisan ini.  (khairudin m.ali)

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

Mampir di Hotel INI perjalanan hari empat bagian ke dua. Catatan perjalanan ini, memamg diturunkan berdasarkan hari perjalanan. Tetapi hari ke empat ini, ternyata...

CATATAN KHAS KMA

JUDUL webinar nasional ini, kesannya serem. Serem banget! Bisa jadi karena ini, ada yang enggan menjadi peserta. Terutama dari kalangan pemerintah. Kendati begitu, pesertanya...

Peristiwa

Kota Bima, Bimakini.-  Keindahan Puncak Jatiwangi menjadi salah satu dorongan terbentuknya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Pembentukan Pokdarwis ini untuk mengoptimalkan potensi yang ada, termasuk...

CATATAN KHAS KMA

BEBERAPA hari ini, media ramai memberitakan penggunaan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengganti kupon undian pada pawai Rimpu. Itu sederhana sekali. Alasan penyelenggara, untuk...

CATATAN KHAS KMA

  SAYA ini kadang iseng. Bertanya kepada orang lain tentang cita-cita masa kecil seseorang. Itu agak privasi. Bisa jadi juga, itu rahasia. Tidak pernah...