Bima, Bimakini.- Pelaku pencabulan inisial I (45) mengakui telah menyetubuhi korban (16) berkali – kali hingga hamil dan telah melahirkan di Panti Rehabilitasi Paramita Provinsi NTB. Namun Jaksa hanya menuntut hukuman 7 tahun penjara.
Paman korban, Ferdiansyah mengaku, selama ini tidak pernah terjadi tuntutan Jaksa seperti ini. Bahkan APH di Bima mendapatkan penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia pada tahun 2020. Dakwaan tuntutan tersebut disampaikan Jaksa dalam persidangan yang dilakukan secara daring pada tanggal 28/12/2021 di Pengadilan Negeri Bima.
Pihak keluarga korban menilai tuntutan Jaksa terlalu rendah dan sangat tidak sebanding dengan efek psikologis yang ditimbulkan pada korban akibat kejadian ini. “Tuntutan jaksa terlalu rendah karena tidak sebanding dengandampak spikologis korban,” ujar paman korban, Ferdiansyah, Kamis (30/12).
Sebagai keluarga korban menuntut hukuman yang seberat beratnya bagi pelaku, untuk itu kepada Penegak Hukum (APH) diminta agar tidak “main – main” dalam kasus hukum pencabulan anak di bawah umur. Tuntutan hukuman agar menjadi efek jera yang berat bagi oknum asusila dan sebagai peringatan keras dalam upaya memberantas penyakit sosial di masyarakat.
“Hukum harus ditegakkan seadil – adilnya, karena yang dilakukan pelaku tidak manusiawi,” tegasnya.
Cerita dia, pelaku melancarkan aksinya terhadap korban (16) di Toko miliknya yang berjarak selang lima rumah dari tempat tinggal. Modus yang dilancarkan pelaku selama ini sering mengembalikan uang belanja anak kecil, memberikan makanan, minuman atau barang apa saja yang ada di toko.
Setelah menjebak korban dengan rayuan, ditarik di dalam bilik untuk melancarkan aksi bejatnya dan memberikan uang saat pulang. “Sudah banyak menjadi korban tapi mereka bungkam, pasca kejadian ini terungkap jumlah korban,” kisahnya.
Lanjutnya, pelaku memiliki istri dan tidak berada di lokasi sehingga tidak mengetahui aksi bejat suaminya. Namun istrinya mengetahui pelaku memiliki anak hasil perselingkuhan dengan perempuan inisial S hingga mengakibatkan perceraian pada rumah tangga yang bersangkutan.
Selain itu, aksi tidak senonoh pelaku terhadap anak korban lainnya tidak terungkap sebagai fakta dalam persidangan,
hal ini diakui paman korban F (36) bahwa adik dan sepupu korban inisial K (12), A (7), I (12), R (12), dan M (10) dikasih uang setelah itu diraba – raba area sensitifnya namun tidak berani bercerita dan terungkap pengakuan tersebut setelah kasus ini dibawah ke ranah persidangan.
“Kita mendugaan pelaku adalah pedeofil dan masih banyak korban yang mendapat perlakuan tidak senonoh ketika anak-anak berbelanja di toko pelaku, namun tidak ada yang berani melapor karena alasan malu dan aib,” terangnya.
Diketahui, korban ini mendapat perhatian dan pendampingan serius dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Bima. KAR
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.