Connect with us

Ketik yang Anda cari

Peristiwa

Kisah Para Eks Terdakwa Terorisme, Korban Stigma Buruk Masyarakat

Budidaya ikan, salah satu program pemberdayaan dan pembinaan, dari pemerintah yang diperuntukkan bagi para eks terdakwa serta keluarga terduga terorisme di Kelurahan Penatoi Kota Bima.

Bima, Bimakini.- Gerimis  tidak menghalangi semangat Suhail, salah satu eks Napiter menjajakkan dagangannya siang menjelang sore hari itu. Terlebih setelah lima tahun silam, ia mendekam di ‘hotel prodeo’ akibat kecerobohannya di tahun 2013 lalu, yang nekat ke Poso untuk mengobati rasa penasarannya.
“Saya dulu di sana (Poso) hanya tujuh hari. Setelah lihat-lihat, Saya langsung minta pulang dan langsung pikir anak istri. Di situ pun Saya ga ngapa-ngapain, jalan kiri-kanan ga jelas pokoknya,” kisahnya mengawali perbincangannya.
Seraya menatap keluar suasana cuaca yang kian gelap diikuti guntur bak bersahutan, ingatan Alumni Santri Ponpes Umar Bin Khatab Bima (UBK) tersebut, terus diulik hingga kisahnya mengalir dengan penuh semangat.
“Eitsss tapi itu dulu ya Mas. Sekarang Saya sudah beda, sudah lain! Saya malah sudah putuskan untuk talak empat dengan yang gituan (aliran radikalisme, Red),” tegasnya.

Kini pria asli Padang Sumatera Barat tersebut mengaku, sudah merasa lebih nyaman dengan kehidupannya kini. Apalagi usaha barunya berjualan makaroni, mulai banyak digemari baik warga Kota hingga Kabupaten Bima. Lantaran rasanya yang enak, legit dan nikmat dimakan dalam keadaan apapun.
Sementara usaha lamanya, berjualan mulai tahu – tempe, ikan hias dan lainnya sudah ia tinggalkan. Keputusan itu katanya cukup mendasar, karena ia menyebut untuk ‘mengubur’ masa lalunya, yang konon hingga terjerat dengan kasus dugaan terorisme.

Dalam sehari lanjut Bapak lima anak tersebut, mampu memproduksi bersama istrinya sebanyak satu ball makaroni. Yang jika di rupiahkan, ia mampu meraup penghasilan setengah juta rupiah dalam seharinya.
Dan seiring jua banyak permintaan warga beberapa bulan ini, pria 32 tahun tersebut mengaku sepakat untuk menambah jumlah produksi bersama dengan istrinya sebanyak tiga ball dalam sehari.

“Karena banyak permintaan, juga sekarang Saya bisa memperkerjakan saudara Saya Mas. Alhamdulillah, ada beberapa orang sekarang yang bantu saya kerja. Alhamdulillah! ,” urainya diikuti senyuman yang tak pernah henti dan sesekali tertawa lepas menggambarkan kesuksesannya kini.

Berkat usahanya yang kian melimpah, pria bertubuh ceking tersebut, mengaku akan lebih konsen dalam mencari nafkah. Sekaligus membayar ‘dosa’ beberapa tahun silam, terhadap keluarga terlebih istri dan kelima anaknya.

Ini juga lanjutnya, sekaligus menjadi tamparan keras bagi dirinya. Karena semenjak ia di proses menjadi Napiter sekitar empat tahunan tersebut, istrinya mampu bertahan dengan menghidupi diri dengan anak-anaknya dengan menjual madu hingga ke luar daerah.
“Sampai-sampai saking laris dan terkenalnya madu asli istri saya itu Mas, tiket pulang setelah keluar jadi Napiter, dia yang beliin,” yakinnya dengan raut sumringah.

Ia mengaku kini, ogah untuk memikirkan omongan orang sekitar atau dimana pun yang mengenalnya dengan eks Napiter. Yang terpenting, ia bisa bekerja menghidupi keluarga kecil serta sekitarnya. Bahkan jika ada sesama eks Napiter yang ingin ‘keluar’, ia mengaku akan membantu dengan sepenuh hati.

Karena diyakininya, tidak ada keuntungan dan hanya membuang waktu semata. Terlebih merugikan keluarga kecil dan orang sekitar. “Saya ga mau menjadi musuh orang banyak. Saya ingin hidup aman dan damai tanpa ada orang lain yang tersakiti dan dimata-matai,” pungkas Suhail menutup pembicaraannya.

Setali tiga uang dilakukan Man, salah seorang pria di Kabupaten Bima yang hanya menjadi korban stigma terduga aksi terorisme. Pria kekar itu mengaku, tidak pernah diamankan aparat terkait dengan tuduhan dan stigma tersebut.
Ia mengaku dulu hanya rajin mengikuti kajian Islami saban pekan nya. Hingga ia memilih berpenampilan sesuai anjuran Rasulullah bersama istrinya. Yakni, memakai celana seukuran mata kaki serta kerap memakai baju Koko.
Akibat kencangnya stigma tersebut, ia mengaku merasakan dampak yang luar biasa. Mulai dari dikeluarkan dari pekerjaan hingga susah mendapatkan pekerjaan sampai saat ini. Ia juga mengaku, kerap dimata-matai aparat padahal ia mengaku hanya mengikuti kajian saja.

Sadar akan dampak serta risih akan kencangnya stigma tersebut, ia kemudian memilih untuk menjauh dan menghentikan mengikuti kajian di maksud. Dan hingga kini akhirnya memilih menjadi petani serta pandai ‘memutar otak’ agar dapur istri tetap mengepul.

Saban hari sebelum matahari pagi menampakkan sinarnya, ia sudah bergelut dengan cangkul, parang dan alat-alat pertanian lainnya. Bahkan jari-jemarinya yang dulu kaku dalam memainkan alat-alat tersebut, kini nampak lihai tanpa beban.

Padahal jika ditelisik kehidupan sebelumnya, ia jarang turun ke sawah dan ladang seperti saat ini. Ia tinggal menyuruh orang lain untuk bekerja dan tinggal diupah. Namun seiring berputarnya waktu, ia terpaksa menanganinya sendiri setelah ia tidak lagi memiliki pekerjaan.

Ragam pekerjaan pun kini ia lakoni selain bertani. Mulai menjadi tukang bangunan, hingga ia dan istrinya membuat kue-kue tradisional dari bahan umbi-umbian yang ia jajakkan di depan rumahnya.

“Sekarang yang terpenting itu halal dan bisa menghasilkan uang. Toh hanya ini yang saya bisa lalukan demi keluarga dan menyambung hidup,” selorohnya sambil menyeka keringat yang membasahi wajah dan sekujur tubuhnya pagi itu di area pegunungan sekitar kampungnya.

Bapak dua anak itu, kini lebih banyak memilih untuk menginap di sawah serta ladang hingga pegunungan, di mana tempat ia bercocok tanam. Jika tidak, ia menemani istri untuk membuat kue tradisional agar bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Belajar dari pengalaman pahit ini jua lah dirasakan Nisya. Salah satu istri terduga kasus terorisme yang kini tengah menjalani proses persidangan dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme.

Ibu satu anak yang masih berusia 19 tahun tersebut, kini benar-benar memamfaatkan waktunya untuk mencari nafkah agar bisa menghidupi anak semata wayangnya, pasca-suaminya dibekuk Tim Densus 88 Anti-Teror Mabes Polri sekitar delapan bulan lalu.

“Subuh Saya sudah ada di pasar, lanjut masak lauk-pauk sampai siang. Terus jual depan rumah ini. Alhamdulillah,” ujar Nisya dengan lirih.

Suaranya yang kecil diikuti suara bising blender batu es dan kendaraan, membuat suaranya nyaris tidak terdengar. Ia mengaku nyaris sepanjang harinya di isi dengan mencari nafkah sendirian, untuk menyambung hidup meskipun tinggal bersama mertua dan kakak iparnya.

Dengan kesibukannya ini pula, otomatis beban serta cobaan berat yang dihadapi oleh suaminya kini, perlahan bisa diterima dan setia menunggu sang suami yang tengah mendekam di balik jeruji besi.
“Kalau ada yang pesan online, Saya sendiri yang antar. Alhamdulillah selalu ada saja rejeki dan selalu cukup untuk kebutuhan sama anak,” papar wanita yang memilih menikah usai menyelesaikan pendidikan SMA-nya tiga tahun lalu tersebut.

Sebelum suaminya dibekuk Densus 88 Anti-Teror Mabes Polri, ia hanya berada di rumah mengurus anak semata wayangnya. Sambil menanti sang suami yang berjualan tahu tempe.

Ia mengaku kini, sama sekali tidak peduli dan memikirkan omongan atau stigma warga sekitar. Terpenting katanya, bisa menyambung hidup dan terus ‘putar otak’, agar bisa hidup aman dan mampu menjalani hidupnya sambil menanti putusan dan hukuman suaminya.

Sesekali katanya, ia tetap membuka media sosial serta menjalin komunikasi dengan aparat khususnya Bhabinkamtibmas Kelurahan Penatoi, Kecamatan Mpunda Kota Bima. Dan, seorang pegawai kelurahan setempat, yang kerap memberikan kabar terkait kondisi suaminya, sekaligus menerima ‘angin segar’.

‘Angin segar’ yang di maksud Bhabinkantibmas Penatoi Aipda Hera Sandi, jika ada kucuran bantuan dari pemerintah serta program deradikalisasi, secepatnya menghibungi Nisya dan para istri Napiter berikut juga eks Napiter lainnya.
Karena dikatakan Hera, di kelurahan yang ia pegang, seperti yang diketahui khayalak, hingga dijuluki ‘kampung teroris’. Julukan ini cukup berdasar, lantaran kerap dan banyaknya dari Kelurahan Penatoi yang telah dibekuk Tim Densus 88 Anti-Teror Mabes Polri.

Tercatat ada sekitar puluhan orang Eks Napiter dan sejumkah terduga teroris lain yang kini tengah menjalani masa hukuman yang ada di wilayah Penatoi. Jumlah ini rincinya rata-rata nyaris tersebar pada beberapa rukun tetangga di Kelurahan Penatoi.

Dari puluhan orang ini katanya, ia sebagai seorang Bhabinkantibmas lah yang nanti menjadi ‘tumpuan’ masalahnya. “Setelah penangkapan saya sering jadi sasaran. Sampai rusak hubungan silaturahmi dan lainnya. Tapi saya tetap jalin kembali hubungan baik, karena ini selain tugas saya, ya mereka saudara saya semua,” ujar pria bertubuh tinggi langsing tersebut.
Toh juga, jika ada masalah dan lainnya ke depan. Ia dan beberapa rekannya yang ada di Kelurahan Penatoi lah, yang nanti akan menjadi garda terdepan dan tumpuan masalah para keluarga terduga eks dan Napiter.

“Tapi saya lebih sering sama bapak ini Mas. Siapa lagi, saya dan dia bahkan rela menyampingkan yang lain bahkan kadang rela tidak makan sendiri kalau sudah berhadapan dengan mereka yang lagi susah,” ucapnya sambil memperkenalkan rekannya bernama Muslimin, salah seorang pegawai di Kelurahan Penatoi, Kota Bima.

Pria yang kerap ia panggil Pak Mus tersebut lah, yang kerap membantunya dalam suka dan duka. Utamanya dalam mengurus para keluarga Napiter serta eks Napiter yang ada di ‘kampung teroris’ tersebut.

“Saya ama Pak Bhabin ini lah yang menjadi tempat keluh kesah mereka (Terduga dan keluarga kasus terorisme, Red). Mau gak mau kita harus memikirkan supaya bisa membantu mereka. Karena ini tanggung jawab kita,” sambung Muslimin.

Mereka mengaku jua harus ‘putar otak’ agar bisa mencari bantuan proposal dan sejenisnya dari pemerintah maupun stakeholder lainnya. Ini demi kelangsungan hidup para keluarga Napiter dan eks Napiter.

Seperti halnya yang dilakukan pihaknya dalam dua pekan ini. Mereka tengah mengurus bantuan usaha dari salah satu kementrian untuk para keluarga Napiter dan Eks Napiter. Mulai dari pembuatan kue hingga budidaya ikan.
Dengan adanya beberapa projek inilah diakuinya, yang dapat mempererat hubungannya dengan keluarga para eks Napiter, terlebih para istri Napiter. Mereka mengaku akan terus saling menjaga hubungan baik serta menjadi ‘jembatan’ utamanya bagi keluarga terduga terorisme.

“Kalau tidak ada bantuan yang beginian, kita kadang pusing tujuh keliling Mas. Kan kasian sekali, bayangkan mereka di tinggal suami dan anak-anaknya masih kecil. Kalau benar-benar ga ada, kita patungan Mas untuk mereka yang benar-benar kesusahan,” papar mereka.

Hanya saja kini, baik eks Napiter serta para keluarga Napiter dan lainnya, rata-rata sudah lebih kreatif untuk menyambung hidup mereka. Meskipun rata-rata mereka berjualan kue, lauk pauk dan lainnya.
Stigma ‘kampung teroris’ yang melekat di Kelurahan Penatoi ini membuat warga Penatoi mengaku risih bahkan banyak merasakan dampak buruk. Terlebih ketika mereka berada di luar daerah.

Namun perlahan dikatakan Lurah Penatoi Kaimudin S Pd, perlahan pihaknya terus berusaha kuat mengubah image buruk kampung tersebut. Mulai dari membina warganya, utamanya mereka yang diduga kuat terpapar aliran radikalisme.

‘’Kita mencoba mendekati mereka secara humanis. Kalau ada bantuan, kita utamakan mereka. Karena ini kadang juga ada misskomunikasi. Jadi kita jalin hubungan agar lebih erat dan sama-sama enak,’’ ujar Kaimuddin.

Selain itu juga, dua tahun belakangan ini pihaknya mengaku terus mengajukan anggaran khusus untuk membina serta membantu para keluarga eks dan terduga teroris dengan berbagai program dan bantuan mulai dari Pemkot Bima hingga ke pemerintah pusat. IKRA HARDIANSYAH

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait

Hukum & Kriminal

Kota Bima, Bimakini.- Dit Binmas Polda NTB menggelar kegiatan sosialisasi dengan tema “Bahaya Faham Intoleransi, Radikalisme, Terorisme, dan Faham Anti Pancasila.” Acara ini diadakan...

Hukum & Kriminal

Kota Bima, Bimakini.- Detasemen khusus (Densus) 88 mengamankan tiga warga Kelurahan Penatoi, Kota Bima, terkait dugaan terorisme, Minggu (19/06/2022). Penangkapan sekitar  Pukul 09 30...

Pemerintahan

Bima, Bimakini.- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wilayah NTB dan Pemerintah Kabupaten Bima membahas Pembangunan Kawasan Terpadu Nusantara (KTN), Senin (31/1/2022). Pembahasan dilakikan Kepala...

Pendidikan

Bima, Bimakini.-Paham radikalisme dan terorisme yang banyak disalahartikan hingga berujung maut, terus disosialisasikan pihak Polres Bima. Melalui Satuan Binmas-nya, Senin (10/01) kemarin mereka menyasar...

Hukum & Kriminal

Bima, Bimakini.- Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antri Teror Mabes Polri, menangkap sedikitnya lima orang warga Bima karena diduga kuat masuk dalam jaringan Jamaah...