
KTP menyimpan data pribadi yang harus dilindungi
BEBERAPA hari ini, media ramai memberitakan penggunaan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengganti kupon undian pada pawai Rimpu. Itu sederhana sekali. Alasan penyelenggara, untuk validasi. Agar kupon undian tidak ganda, tidak dipalsukan.
Untuk menjadi peserta pawai itu, masyarakat harus menyerahkan fotokopi KTP. Tiap Rukun Tetangga (RT) disyaratkan 20 orang. Ada 517 RT di Kota Bima. Rangkap dua. Ada yang iseng menghitung begini: 20 kali 517 sama dengan 10.340 lembar KTP terkumpul.
Spekulasi pun tidak bisa dihindari. Ada yang mengaitkannya dengan tahun politik. Fotokopi KTP bisa (saja) dipakai untuk syarat calon perseorangan peserta Pemilihan Umum (Pemilu). Semisal calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Atau dukungan kepada partai politik. Apalagi kabarnya, empat unit motor sebagai hadiah utama, berasal dari kader partai.
Nah, penyelenggara kegiatan ini Dekranasda Kota Bima yang dipimpin Hj Elly Alwaini. Makin ribut karena beberapa waktu sebelumnya, sudah beredar stiker istri H Muhammad Lutfi ini meminta dukungan untuk maju menjadi calon anggota DPD RI.
DPRD Kota Bima merespon ini. Diadakanlah Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan penyelenggara. Yang hadir, ternyata Sekretaris Daerah, H Mukhtar Landa. Panitia teknis pun hadir. Mereka dari Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga. Bukan Ketua Dekranasda.
Saya tidak ingin membahas jalannya RDP yang katanya sangat panas itu. Yang ujung sudah bisa ditebak itu. Tetapi fokus saya, pada penggunaan fotokopi KTP sebagai pengganti kupon.
Walau ini juga muncul dalam RDP, tetapi akhirnya wakil rakyat tidak ‘mampu’ menghentikan penggunaan data pribadi itu untuk hal yang tidak sama sekali urgen dan substansial.
KTP itu menyimpan data pribadi setiap warga. Data pribadi adalah hak asasi privasi yang harus dilindungi karena sangat potensial untuk disalahgunakan.
Hak kendali atas data pribadi, adalah hak asasi privasi yang harus dilindungi dan sepenuhnya ada pada pemilik KTP. Ini sudah dijamin dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia dan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Sayangnya, tidak semua warga negara menyadari akan bahayanya jika data pribadi ini bocor ke publik.
Saya sudah menyampaikan hal ini saat ditanya media pada Kamis lalu.
Harusnya, penyelenggara yang tidak memiliki kewenangan dan kapasitas untuk itu, tidak ngotot untuk tetap menggunakan fotokopi KTP sebagai pengganti kupon undian. Pun setelah dicecar oleh anggota DPRD Kota Bima pada saat RDP. Dengan dalih telanjur, panitia tetap pada rencananya itu.
Kesimpulan RDP, fotokopi KTP akan dibakar usai digunakan.
Sederhana sekali!
Miris sekali! (khairudin m. ali)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
