Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Mewujudkan Gerakan Konstruktif di Hari Kemerdekaan untuk Indonesia Kerkemajuan (Catatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-77)

Ahmad Syahputra

Founder Gerakan Literasi Uma Lengge Mengajar

Bulan Agustus nampaknya menjadi sesuatu yang tak pernah dilupakan oleh warga Negara Indonesia, bulan dimana Proklamasi dikumandangkan dengan lantangnya oleh Proklamator RI Bung Karno dan Bung Hatta. Bulan dimana kebebasan berdaulat sebagai sebuah Negara dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Yang mana kesemuanya itu diraih dengan tumpahan darah dari ribuan pejuang bangsa yang gugur di medan pertempuran.

Jika kita tengok ke belakang, ratusan tahun lamanya bangsa ini pernah dijajah oleh bangsa lain. Diduduki layaknya sampan ditengah samudera, terombang-ambing derasnya ombak peperangan. Atau bisa kita bayangkan bagaimana dahulu negeri kita pernah dikuasai layaknya sapi perah oleh bangsa lain. Sumber daya alam yang melimpah dieksploitasi tanpa mampu kita nikmati, atau sumber daya manusia kita yang telah dihegemoni sedemikian rupa.

Menelik sejarah bangsa, nampaknya berbagai upaya telah dilakukan oleh para pahlawan kita. Perang fisik dan politik yang kerap kali mengalami kekalahan. Tapi mencoba bangkit kembali untuk merebut kedaulatan.

Semua perjuangan itu terbayar lunas pada 17 Agustus 1945. Ya, 77 tahun silam. Jika kita ingin membayangkan, rasanya seperti sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. Bagaimana bangsa kita merdeka, berdaulat dan diakui kedaulatannya oleh bangsa lain. Bangsa Indonesia telah mampu berdiri diatas kaki sendiri.

Tepat pada 77 tahun yang lalu bangsa ini berdaulat, menyatakan kemerdekaannya yang di umumkan ke seluruh sudut negeri, hingar bingar dan riang gembira yang terpancar kala itu, hari ini kembali kita rasakan dan kita menyaksikan 77 tahun perjalanan bangsa berdiri dengan kemandiriannya, berdaulat dan bermartabat serta menunjukkan eksistensinya dalam membuktikan kepantasannya sebagai negara yang merdeka, bebas menentukan arah dan tujuannya, serta terlepas dari campur tangan pihak manapun yang mendiskriminasinya.

Sebagai bangsa yang terhormat, tentunya kita tidak akan meninggalkan sejarah, sejenak mari menengok kenyataan bahwa kemerdekaan yang kita rasakan hari ini tidak terlepas dari jerih payah jiwa raga manusia-manusia mulia yang senantiasa berjuang dan berkorban demi nusa dan bangsa, mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran,  bahkan nyawa yang tak segan mereka pertaruhkan demi sebuah kemerdekaan dan kedaulatan bangsa yang kita cintai.

Perjuangan yang dilakukan oleh para pahlawan kita dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah menjadi bahan refleksi bagi kita sebagai generasi penerus bangsa. Dan kini setelah 77 tahun berlalu sejak Proklamasi dikumandangkan, kita bangsa Indonesia jangan sampai terlelap. Terpejam dalam kabut, terlena dalam nikmat. Cobaan masih saja menghantui untuk merebut segala sesuatu yang dimiliki negeri ini.

Jika ada waktu untuk kembali merenungkan, nampaknya saat ini kita masih terbelit dengan banyak sekali permasalahan. Narkoba yang meraja lela menawarkan kenikmatan namun merebut jati diri. Terorisme yang menebar ancaman yang mencoba menghancurkan negeri dengan segala cara. Koruptor yang menggerogoti hak-hak warga negara. Isu sara, polemik agama, ketimpangan sosial, degradasi  moral, dan masih banyak yang perlu dibenahi.

Namun pertanyaanya adalah apakah kita sebagai generasi penerus bangsa, hari ini telah mewarisi harapan suci yang pernah terpatri di dalam hati mereka yang dulu memperjuangkan kemerdekaan? Nampaknya sebagaian dari kita masih banyak yang terkungkung pada hal-hal yang bersifat dekonstrktif. Kita belum mampu membangun gerakan yang konstruktif untuk menghadapi kolonialisasi ala modern hari ini. Pola pikir dan pola tindakan pragmatis, hedonis, dan apatis, bahkan pola pikir dan pola tindakan materialistik masih kita kedepankan. Bagaimana mungkin kita bisa keluar dari berbagai macam problem yang terjadi di bangsa hari ini, jika kita masih diselimuti oleh pola pikir dan pola tindakan yang demikian.?

Untuk itu, perayaan hari kemerdekaan kali ini adalah momentum bagi kita untuk merefleksikan kembali perjuangan-perjuangan para pahlawan dulu untuk meraih kemerdekaan dari tangan penjajah. Perayaan hari kemerdekaan hakikatnya bukan hanya merayakannya secara seromonial, akan tetapi momentum hari kemerdekaan ini kita diajak untuk bisa semaksimal mungkin melahirkan gerakan-gerakan yang progresif, agar kita bisa keluar dari kungkungan penjajahan ala modern hari ini, sehingga kita bisa merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa, penjajahan hari ini tidak lagi dilakukan secara fisik seperti dulu, akan tetapi penjajahan yang dilakukan sekarang adalah penjajahan secara pemikiran lewat kendaraan globalisasi. Arus globalisasi yang yang sedang berlangsung dewasa ini adalah suatu kenyaaan yang tidak dapat ditolak, tapi tidak berarti harus diterima. Globalisasi perlu disadari adanya dan dipahami serta direspon secara tepat. Ini adalah suatu proses di mana bangsa-bangsa terkondisikan dalam situasi untuk menerima kultur, tradisi, dan nilai-nilai yang dianggap global (mendunia/universal). Namum yang perlu disadari bahwa globalisasi juga berarti suatu program agar bangsa-bangsa yang lemah menerima nilai bangsa-bangsa yang kuat yaitu Barat. Di sini globalisasi berarti menjadi westernisasi. Sebab bangsa-bangsa Barat yang secara ekonomi, politik, dan budaya dianggap cukup kuat itu merasa bahwa pandangan dan cara hidup mereka  itu perlu atau “harus” dicontoh bangsa-bangsa lain.

Dalam sejarah peradaban umat manusia, situasi di mana bangsa  yang kuat mempengaruhi bagsa yang lemah, atau yang lemah meminjam ide, konsep, dan tekhnik dari yang kuat adalah suatu yang wajar dan alami. Namun, yang tidak wajar adalah ketika bangsa-bangsa yang merasa kuat itu berusaha untuk memasukkan ide, nilai, pandangan hidup dan kulturnya ke dalam pikiran bangsa lain dengan cara-cara yang tidak alami. Inilah yang terjadi dalam proses Westernisasi.

Westernisasi sebenarnya adalah bahasa lain yang lebih halus dari kolonialisasi. Di dalamnya terdapat program penyebaran pandangan hidup Barat yang terdiri dari nilai, konsep, sistim, kultur, tradisi, agama, kepercayaan, dan lain-lain melalui berbagai bentuk kegiatan. Tujuan formalnya adalah penyebaran nilai-nilai universal, tapi dibalik itu terdapat agenda penguasaan dan pengontrolan yang berarti juga penjajahan. Dalam bidang politik misalnya sistem demokrasi telah dijadikan sistim universal dan tidak dapat ditolak, dalam bidang ekonomi, sisteim kapitalisme adalah sitim ekonomi yang dominan, dalam bidang filsafat dan pendidikan paham-paham seperti rasionalisme, empirisme, dikotomi, pragmatisme, relativisme, liberalisme dan sebagainya diperkanalkan sebagai paham-paham univeral. Hal demikianlah yang disebut oleh kami sebagai penjajahan ala modern. Akibat dari itu semua berdampak pada pola pikir dan pola tindakan generasi kita hari ini, sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas.

Agar bisa keluar dari lingkaran di atas, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh kita sebagai generasi penerus bangsa. Pertama,  gerakan membangun mindset, yaitu pola pikir keilmuan generasi. Pola pikir ini penting, karena setiap perubahan, apa lagi perubahan budaya selalu dimulai dari mindset. Mindseti ini mengajarkan agar generasi Indonesia memiliki pola pikir atau cara pandang yang melihat ilmu pengetahuan sebagain sesuatu yang berharga atau amat berharga. Dengan perkataan lain, generasi Indonesia perlu memberikan nilai tinggi, bahkan sangat tinggi kepada teori atau ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenar-benarnya. Jadi, mindset ini berarti pola pikir atau cara pandang yang menjadi titik tolak kesadaran perubahan. Seperti kata pepatah Cina, bukan kaki yang menggerakkan manusia, tetapi pola pikir dan kesadarannya.

Kedua, membangun etos kerja keilmuan atau semacam membangun tradisi budaya akademik (tradisi ilmiah) generasi. Tradisi ilmiah ini diawali dengan kegiatan untuk mencari tau dan memahami pesan-pesan ilmu pengetahuan atau proses intelektual. Proses ini mengejewantah dalam berbagai studi dan kajian yang pada gilirannya melahirkan disiplin-disiplin ilmu. Gerakan ini bertujuan untuk mengajak generasi Indonesia agar menjadi pribadi-pribadi yang kuat secara SDM. Kekuatan SDM adalah faktor kunci kekuatan dan keberhasilan. Kemajuan suatu bangsa, tidak ditentukan oleh kekayaan SDA semata, akan tetapi lebih ditentukan oleh kekayaaan dan kekuatan SDM-nya. Kekayaan SDA tanpa didukung oleh kekuatan SDM hanya akan menjadi objek jajahan dan perahan negara-negara maju seperti yang terjadi sekarang ini. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Amien Rais dalam buku beliau yang berjudul Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia, beliau mengatakan bahwa, Indonesia sekarang membutuhkan intelektual-intelektual yang berpihak kepada kebenaran dan keadilan, bukan intelektual bermental inlender yang hanya mengabdi kepada kekuasaan (status quo), inilah SDM pemimpin dan intelektual yang diperlukan Indonesia dewasa ini. Jadi, moral intelektual yang harus ditunjukkan antara lain, sikap haus akan ilmu pengetahuan, terbuka (open minded), selalu memperluas cakrawala dan pandangan hudup, kemampuan menyerap ilmu pengetahuan secara massif, serta kesediaan untuk memanfaatkan dan mempergunakan ilmu pengetahuan untuk kemajuan dan kesejahtraan bersama dengan berpegang teguh pada nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini.

Ketiga, membangun gerakan liberasi, yaitu ikhtiar membebaskan generasi Indonesia dari kezaliman dan berbagai pelanggaran moral. Dan juga gerakan transendensi, yaitu seruan agar kita tidak melupakan kominten dan perjanjian primordial kita dengan Tuhan yang Maha Esa. Gerakan ini akan mampu melahirkan generasi-generasi Indonesia yang kuat secara moral dan mampu memahami dan menghayati esensi dan eksistensi kemanusannya.

Dari tiga poin di atas adalah kunci kekuatan atau dalam perspektig islam disebut debagai khairul ummah. Yaitu gerakan humanisasi (penguatan SDM), liberasi dan transendensi. Pada humanisasi terkandung penguatan intelektual, sedangkan liberasi terkandung penguatan moral, sementara transendensi terkandung penguatan spiritual. Inilah tiga hal yang akan membangun kekutan generasi Indonesia masa depan, yaitu kekuatan intelektual, moral, dan spiritual. Dengan tiga hal tersebut generasi Indnesia akan menjadi generasi-generasi yang mampu bertahan hidup (survive), bahkan panjang umur dalam arti maju dan kompetitif.

Semoga dalam perayaan hari kemerdekaan kali ini, generasi-generasi Indonesia mampu membangun semangat untuk terus melahirkan gerakan-gerakan yang konstruktif, dan tentunya tidak terjebak pada gerakan-gerakan yang bersifat seromonial, sehinggga kemerdekaan yang sesungguhnya dapat kita rasakan.

Selamat Hari Kemerdekan Indonesia yang ke-77.

Jaya selalu Indonesia ku

Salam kemerdekaan

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pendidikan

Bima, Bimakini.- Memeringati Hari Aksara Internasional (HAI) 2021, INOVASI dan Konsorsium NTB Membaca menggelar lomba Mendongeng dan posting kegiatan literasimu di media sosial. Kegiatan...