Connect with us

Ketik yang Anda cari

CATATAN KHAS KMA

”Ti Bade Mada”

 

Pose dengan Nawa dan istri usai menerima SK pengukuhan guru besar di Jakarta. (Foto Ist)

SAYA ini kadang iseng. Bertanya kepada orang lain tentang cita-cita masa kecil seseorang. Itu agak privasi. Bisa jadi juga, itu rahasia. Tidak pernah diceritakan. Apalagi tidak ada yang menanyakannya.

Pertanyaan itu, saya ajukan kepada seorang istri, tentang cita-cita masa kecil suaminya. Jawabannya ya itu di judul. Saya tidak tahu!

Ini lagi-lagi tentang pasangan suami istri (pasutri) Prof Abdul Wahid dengan Prof Atun Wardatun. Keduanya ini, sebenarnya memiliki banyak kisah menarik untuk dikulik. Tentu tentang perjalanan hidup masing-masing, atau juga saat sudah bersama-sama.

Bagaimana mereka mampu berada di puncak karier akademik, tentu tidaklah selalu melewati jalan mulus. Banyak juga duka di antara suka-sukanya.

Begini kata Prof Abdul Wahid dalam surat kepada ibunya waktu mbambung di Jogjakarta: Lihatlah anakmu setelah berusia 40 tahun.

Baca juga: Mesin Ketik Pak Camat

Prof Atun mungkin saja tidak menyangka, ada orang seperti saya yang tiba-tiba saja bertanya tentang cita-cita masa kecil suaminya. Kalau tahu, mungkin sudah ditanyakan lebih dahulu. Tetapi rupanya, itu rahasia Abdul Wahid yang tidak terungkap. Pun juga kepada pasangan hidupnya. Ternyata suaminya itu, ingin menjadi penulis. Bukan dosen yang mengantarnya meraih gelar Profesor itu.

Saya hanya mengajukan enam pertanyaan tambahan kepada Prof Atun. Lainnya bisa dijawab dengan baik, termasuk hobi sang suami. ‘’Beberes dan kuda.’’  Kalau boleh saya tambahkan, hobi lainnya, pastilah menulis.

 Beberes, bahasa Sasak, berarti suka merapikan rumah, beres-beres. Semoga tidak salah. Abdul Wahid pasti orang yang rapi, tidak suka melihat barang berantakan, acak-acakan, atau diletakkan bukan pada tempatnya. Ya itu, langsung beberes.

‘’Capaian ini sebenarnya biasa saja. Tetapi bagi kami, ini menandakan bahwa saya masih hidup,’’ katanya kepada saya usai menerima SK pengukuhan sebagai guru besar via pesan WhatsApp dari Jakarta.

Baginya, tidak bisa membayangkan bisa sampai ke tahapan itu, jika melihat kondisi fisiknya. ‘’Dahulu kami kami hampir putuskan untuk tidak melanjutkan kuliah, termasuk kuliah istri saya di Australia. Bahkan juga karier sebagai dosen,’’ katanya.

Abdul Wahid memang pernah mengalami kecelakaan hebat yang hampir merenggut nyawanya. Kondisi fisik sudah kembali, tetapi dia hampir kehilangan indra penglihatannya.

Pun, kini kemampuan melihatnya itu masih sangat terbatas. Yang berfungsi hanya satu. Itu pun, tidak boleh melepas kacamata khusus pemberian dokter yang merawatnya di Singapura. Matanya itu, secara berkala membuang air melalui selang yang dipasang. Tidak bisa keluar normal.

Saat menerima Surat Keputusan (SK) di Jakarta, putri kecilnya Anama Waheeba juga ikut serta. ‘’Nawa, panggilan akrab putrinya, selalu menjadi pengawal yang cekatan. Tapi kali ini harus digendong, kakinya terkilir naik sepeda,’’ tutur pendiri EduCamp Alamtara ini.

Selain Nawa, ikut juga istri. ‘’Saat berangkat, istri saya wanti-wanti agar kebiasaan saya kalau jalan di jalanan sambil menelepon. Saya diminta diam dan duduk saja,’’ katanya.

Itu bukan tanpa alasan. Sang istri, trauma dengan kisah kecelakaan yang pernah dialaminya. Itu juga terjadi saat mau menerima SK partai untuk pencalonannya menjadi Wakil Wali Kota Bima, berpasangan dengan Fery Sofiyan. Kisahnya bisa dibaca pada Catatan Khas sebelumnya: Ujian Seorang Doktor.

Sebelum diumumkan pengukuhan sebagai guru besar, Abdul Wahid sempat was-was dengan terpenuhinya persyaratan.  ‘’Tiga hari sebelum SK diumumkan, saya masih berjuang untuk memenuhi yang saya kira masih kurang. Itu untuk antisipasi saja,’’ katanya.

Persyaratannya tidak mudah. Karena itu di luar kendalinya. ‘’Ada persyaratan khusus jurnal internasional. Alhamdulillah terbit 29 Juli 2022,’’ tambahnya.

Itu hanya untuk antisipasi, ternyata sudah tidak ada kendala lagi. Jurnal karyanya itu, masuk Q1, ranking 27 dunia  dalam bidang religious studies.

Artikel ini akhirnya tidak jadi dipakai, karena sebelum SK turun dan mulai berlaku 1 Juli 2022 itu, sidang penilai angka kredit guru besar sudah dilakukan.  ”Alhamdulillah angka kredit disetujui,” ujarnya.

Dalam menulis karya akademik apalagi dimuat oleh jurnal internasional, prosesnya ribet, detail, juga mekanik. Tidak akan bisa diproses hanya karena salah pada kode judul e-mail. ‘’Kami menikmati itu. Itulah bagian dari disiplin keilmuan itu,’’ paparnya.

Pasutri guru besar ini, melewati banyak hal bersama. Waktu kuliah di Iowa, Amerika Serikat, mereka kuliah di kampus yang sama. Tetapi ketika kuliah di Australia, kampusnya beda. Jaraknya 255 kilometer. ‘’Saya di Australian National University (ANU), Canberra, ibu di Western Sydney University (WSU),’’ ujar penggagas La Rimpu ini.

Kalau ditempuh dengan jalan darat, memakan waktu sekitar 2 jam 25 menit naik mobil. ‘’Anak-anak bersama ibu di Sydney. Saya tiap dua pekan menjenguk. Kadang juga mereka yang tour ke Canberra,’’ kisahnya.

Anda tahu, yang paling populer di Sydney adalah gedung uniknya, Sydney Opera House. Dari WSU, jaraknya 60 kilometer atau sekitar 47 menit naik mobil.

Capaian pasutri ini tentu menambah deretan jumlah intelektual Bima yang berhasil menjadi guru besar. Kita tentu berharap akan menjadi inspirasi sekaligus motivasi bagi generasi Bima. Semoga! (khairudin m ali)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

Ke Jeddah saat Menunggu Kembali ke Tanah Air ‘’USAI makan siang, kami menunggu bus yang akan mengantarkan ke Jeddah. Kami menunggu di pelataran hotel...

CATATAN KHAS KMA

Rutinitas Ibadah di Masjidil Haram RANGKAIAN ibadah umroh wajib telah berakhir. Itu cukup menguras tenaga, karena proses Tawaf dan Sa’i yang diakhiri Tahalul yang...

CATATAN KHAS KMA

Mampir di Hotel INI perjalanan hari empat bagian ke dua. Catatan perjalanan ini, memamg diturunkan berdasarkan hari perjalanan. Tetapi hari ke empat ini, ternyata...

CATATAN KHAS KMA

Masuk Raudhah Semalam kami mulai tidur sekitar pukul 22.00 waktu Madinah. Sepertinya, malam kedua sudah mulai terbiasa dari pengaruh jet-lag seperti hari pertama. Tidur...

CATATAN KHAS KMA

Sholat Pertama di Masjid Nabawi Alhamdulillah, perjalanan yang melelahkan dengan duduk selama sembilan jam, tiba juga di hotel Royal Andalus. Jam tangan yang saya...