Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Kembalikan Marwah Independensi Media dan Jurnalis Bukanlah Lawyer

Oleh : Munir Husen

Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bima )

Saat ini, kebutuhan manusia tentang informasi di era digitalisasi sangat urgen. Semua informasi dapat diakses melalui internet secara cepat. Kemajuan teknologi canggih ini memudahkan masyarakat mengakses segala macam informasi. Salah satu diantaranya adalah pemberitaan media online.

Hidup dijaman teknologi informasi, publik membutuhkan informasi yang falid, dan akurat. Media memiliki otoritas acuntability pada publik. Media memiliki prinsip dasar melakukan investigasi terkait dengan kebenaran berita, serta permasalahan yang akan diliput. Hal ini menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya berita bohong (hoax), dan berita kebencian (hate speech).

Pemberitaan media online menjadi hal yang sangat fundamental dan urgen diera digitalisasi. Peran jurnalis profesional, menyuguhkan pemberitaan yang obyektif, jujur, tanpa kebencian, dan tidak memihak adalah keniscayaan. Salah satu tujuan pemberitaan media untuk mempengaruhi masyarakat terkait dengan isu yang diangkat didalam media tersebut.
Pemberitaan media oleh jurnalisistik umumnya mengacu pada ensiklopedi media, yaitu 5 W + 1 H. Inilah yang menjadi tolok ukur pemberitaan media dan standar berita yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan moralitas. Rumasan baku tersebut masih berlaku sampai saat ini.

Dengan demikian jurnalistik tetap menggunakan rumusan tersebut, untuk memenuhi standar pemberitaan dan sekaligus menghindari berita hoak, kebencian, ketidak sukaan yang bersifat personal.

Jurnalistik pihak yang bertanggungjawab langsung pada peliputan berita mengedepankan standar moral, dan mentaati kode etik jurnalistik. Karena kode etik jurnalistik secara tersurat memuat nilai keseimbangan dan obyektifitas seorang jurnalis didalam melakukan peliputan berita.

Sebagai insan jurnalis ketika menjalankan kegiatan jurnalistik, prinsipnya tidak berubah, kebenaran tetap dipertahankan, walaupun saat ini ada perubahan zaman. Namun keteguhan prinsip jurnalis tetap kokoh. Jaman boleh berputar sesuai dengan waktunya tapi prinsip kebenaran akan tetap dipertahankan sepanjang hayat.
Namun sebaliknya jika pemberitaan jurnalistik media online misalnya mengadung kebohongan atau kebencian, itu adalah bentuk pergeseran nila-nilai jurnalistik yang tidak sesuai dengan khitahnya. Bisa jadi bersegsernya pemberitaan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang ikut mempengaruhinya. Hal ini menjadi sangat dilematis bagi pers.

Seharusnya pers itu, tetap mempertahankan eksistensi kebebasannya sebagaimana yang termaktub didalam UUD 1945 maupun UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, sebagai lex specialis derogat legi generale dan Kode Etik Jurnalstik. Aturan main pers tersebut, tetap didalam bingkai hukum yang berlaku.

Jika pers tidak independen, berat sebelah, menjadi preseden buruk bagi pers dan insan pers. Sehingga muncul rasa ketidak percayaan publik terhadap pemberitaan pers. Hal ini haruslah dihindari oleh insan pers. Jaga baik-baik eksistensi pers sebagai alat kontrol, jika alat kontrol ini bocor maka itulah fakta ada ketidak jujuran dalam pemberitaan jurnalis.

Jurnalistik tidak boleh menggunakan pers sebagai alat kepentingan sesaat, mengakomudir kepentingan pihak tertentu untuk memuat berita yang diinginkan, menyalahi tata cara pemberitaan berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999, dan Kode Etik Jurnalistik. Jika hal tersebut dilakuan oleh jurnalistik maka pers tersebut tidak ubahnya seperti gerobak. Dapat memuat benda apa saja yang diinginkan oleh pihak tertentu yang membutuhkan.

Haris Fadillah ahli pers dari dewan pers mengatakan bahwa media tidak boleh melakukan trial by the press yaitu berita yang menghakimi secara sepihak, sehingga menarik opini publik berprasangka kepada pihak tertentu pada saat proses sedang berjalan.

Haris fadillah mengingatkan bahwa penulisan berita harus berimbang. Media dan jurnalis tidak dibenarkan memasukan emosi atau pendapat pribadi dalam berita. Jangan menyesatkan atau menipu menggiring opini khalayak.
Dengan demikian, pers dituntut untuk tetap konsisten, terjamin kebebasannya, independensinya tidak diragukan, obyektif terhadap isi berita, mampu menguntungkan semua pihak pada setiap pemberitaan, serta tidak boleh memihak pada siapapun.
Jika pers bisa menjaga khurmahnya oleh insan pers, dengan tidak terkooptasi dengan kepentingan manapun baik langsung maupun tidak langsung, maka pers adalah memang menjadi pilar demokrasi ke empat yang sangat disegani oleh semua pihak.

Pemberitaan yang proporsional, independen, serta neteral adalah suatu keniscayaan bagi pers kedepan. Karena fungsi pers itu menyebarkan informasi yang obyektif dimasyarakat untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersifat aman, damai dan demokratis.

Selama ini pers dianggap sebagai lembaga yang menjadi parameter demokrasi di suatu negara. Selain fungsi informasi, salah satu fungsi pers adalah mengawasi atau fungsi watchdog yang harus dilakukan guna membantu melindungi masyarakat. Banyak tekanan dan persoalan yang membebani independensi pers selama ini. (https://www.uin-suska).

Pers yang berkualitas mampu menghadirkan berita akurat dan faktual memiliki sumber berita dan rujukan yang jelas, bukan pemberitaan diatas kebencian yang sering dimaknai dengan pemberitaan like and dislike. Pemberitaan oleh jurnalis yang laike and dislike menjadi blunder bagi pers sendiri yang bisa diuji di pengadilan. Hal ini harus dihindari oleh semua insan pers.
Dengan demikan tugas jurnalistik tentu saja didasarkan pada rambu-rambu yang telah ditentukan oleh undang-undang dengan berlandaskan pada etika jurnalstik, moralitas dan intelektual. Menurut Djen Amar jurlastik pers berkualtitas dikelola secara konseptual dan profesional walaupun orintasi bisnisnya tetap komersial.

Saat ini keberadaan media terbelah, banyak friksi model pemberitaannya. Ada yang independen, ada media pemberitaannya freming dan ada pula media dengan pemberitaan layaknya seperti peran lawyer, yang membela kepentingan klien. Sulit dibayangkan jika jurnalis sudah berperan layaknya seperti lawyer.

Dan pembacapun bertanya mengapa ada kecendrungan seperti itu. Bukankah jurnalis didalam melaksanakan tugas junalistiknya telah disumpah sesuai dengan hukum pers dan kode etik jurnalistik didalam menjalankan tugas jurlastiknya.

Saat ini, jika kita melihat peran media secara empiris justru ada ketidak sesuaian dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode etik jurnalistik. UU tersebut jelas bahwa Pers harus bersifat independen, berita yang tidak memihak, berita yang tidak berat sebelah. Tapi hari ini nyata bahwa masih ada pers tidak independen.
Independen dalam kode etik juralistik memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan dan intervensi dari pihak lain termasuk perusaahan pers.

Pers sudah menjadi kotak-kotak opini, untuk menyerang satu sama lain. Pers sudah menjadi like and dislike. pers sudah menjadi kepemilikan personal yang sedianya pers itu adalah dibangun untuk memenuhi kebutuhan publik mengotrol jalannya roda pemerintahan. Itulah fiolsofi pers sebagai pilar demokrasi.

Tujuan utama jurnalisme adalah untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar mereka bisa hidup merdeka dan mengatur diri sendiri. Praktisi media yang juga Direktur Utama Trans TV, Ishadi SK, mengatakan bahwa isi berita disemua TV, radio, surat kabar dan majalah adalah ‘bad news’.

Media cetak,radio dan TV diisi dengan berita kecelakaan, gempa, bencana alam, bunuh diri, demo, kekerasan, perampokan dan sebagainya. Pada hal pengaruh berita negatif ‘bad news’ yang dipermainkan adalah hasrat dan nafsu yang menggelora setelah khalayak mendapat informasi, sehingga menimbulkan ekses negatif.
Penonjolan media ‘bad news’, oleh media menurut Istiadi terjadi karena informasi saat ini telah menjadi komunitas yang bisa diperjual belikan seperti komunitas lainya. Yang dipertegas dengan credo jurnalis diseluruh dunia ‘bad news good nuws.

Seorang jurnalistik yang memiliki sifat idealsime terhadap pemberitaan, terjamin kebebasannya, terjaga martabatnya, terjaga hurmahnya sekalipun jurnalis itu dibenci, dihina, diteror bahkan dengan kekerasan fisik dialami oleh jurnalis. Namun sekarang sangat sulit ditemukan jurnalis ideal. Bahkan mencari jurnalis ideal bagaikan mencari perawan ditempat pelacuran.
untuk mengembalikan tugas mulia jurnalis, tetap berpedoman pada dua hal yaitu mengikuti petunjuk didalam UU Pers dan Kode etik jurnalistik. Sehingga marwah pers tetap terjaga dan steril dari virus kepentingan yang merusak tananan pers dan demokrasi.

Insya Allah jurnalis akan selamat dunia dan akhirat. Toh kita semua tidak ada yang hidup seribu tahun…!.

Penulis adalah Pendiri Lembaga Bantuan Hukum Amanah Bima.
Billahi fii sabililhaq fastabiqul khairat.  

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait

Opini

Oleh : Munir Husen (Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bima)   Pemerintah Kota Bima melakukan tindakan penyegelan terhadap cafe Fulcao. Aktivitas cafe Fulcao sementara...

Berita

Oleh : Munir Husen (Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bima) Kota pada hakekatnya adalah suatu tempat yang berkembang terus menerus sesuai dengan perkembangan zaman...

Pendidikan

Kota Bima, Bimakini.-  Video kekerasan saat kegiatan oreintasi mahasiswa baru di Kampus Universitas Muhammadiyah (UM) Bima beredar luas di media sosial. Video itu memperlihatkan...

Opini

Oleh  :  Munir Husen (Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bima)   Di Kota Bima saat ini, sepeda listrik menjadi trend baru moda transportasi orang...

Berita

Oleh : Munir Husen (Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bima) Guru adalah Pahlawan tanpa tanda jasa, tidak terkecuali. Tanpa melihat status guru apakah PNS,...