Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Kenali Post Power Syndrome

Oleh Firmansyah, S.Psi., M.MKes.

Dompu, Bimakini. – Merilis dari https://hallosehat.com Selasa (22/01/23) menyebut selain orang dewasa, golongan lansia termasuk kelompok usia yang rentan mengalami masalah kejiwaan.

Dijelaskan dalam laman ini dengan mengacu pada Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan RI, lansia rentan mengalami depresi dan gangguan kecemasan.

Dilaman ini juga diungkapkan Post Power Syndrome (PPS) adalah masalah kesehatan mental yang juga kerap dihadapi para lansia. Lantas apa itu PPS?

PPS adalah kondisi kejiwaan yang umumnya terjadi pada individu yang disebabkan oleh kehilangan kekuasaan atau jabatan, kemudian berdampak penurunan harga diri (self esteem).

Post power syndrome atau sindrom pascakekuasaan juga disebut sebagai suatu kondisi ketika individu hidup dalam bayang-bayang kekuasaan yang pernah dimilikinya dan belum bisa menerima hilangnya kekuasaan itu.

PPS sering dialami oleh individu yang baru saja memasuki masa pensiun.

Dalam menghadapi pensiun masing-masing individu punya pandangan yang berbeda. Ada individu yang merasa sangat senang dengan memasuki masa pensiun karena dirinya bisa terbebas dari pekerjaan rutin.

Dengan pensiun dia beranggapan masih bisa melakukan banyak hal dan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bersama anak dan cucu.

Berikutnya ada pula individu yang merasa kebingungan dan gelisah dengan masa pensiun karena beranggapan pensiun adalah masa yang menakutkan dan mengkhawatirkan.

Individu yang menghadapi pensiun dengan penuh kecemasan, kegalauan, dan ketakutan inilah yang punya kecenderungan tinggi mengalami PPS.

Sedangkan Individu yang menghadapi pensiun dengan perasaan yang biasa saja atau sebagai sesuatu yang mesti terjadi dia bisa memasuki pensiun dengan perasaan bahagia tanpa PPS.

Adakah gejala yang bisa dikenali bahwa individu sedang mengalami PPS. Dari laman https://alodokter.com yang dikutip Selasa (22/01/23) diperoleh gambaran gejala dari PPS adalah sebagai berikut;

Kurang bergairah dalam menjalani kehidupan setelah pensiun, mudah tersinggung, menarik diri dari pergaulan, dan tidak mau kalah.

Lainnya gejala PPS tidak suka mendengar pendapat orang lain, suka mengkritik atau mencela pendapat orang lain dan suka membicarakan mengenai kehebatan atau kekuasaannya di masa lalu.

Secara umum ada beberapa hal yang dapat menjadi pemicu munculnya PPS. Dari laman https://hellosehat.com dikutip Selasa (22/01/23) diperoleh keterangan PPS dipicu oleh hal sebagai berikut;

Hanya menguasai satu bidang pekerjaan, ketika tidak bisa bekerja pada bidang tersebut, ia merasa kehilangan mata pencaharian.

Punya jabatan penting dalam perusahaan dan takut kehilangan pengakuan publik ketika harus berhenti bekerja.

Ketika harus berhenti bekerja, ia mengkhawatirkan masalah keuangan untuk memenuhi kebutuhannya setiap hari.

Ketakutan akan pembalasan dendam orang yang bekerja saat bawah pimpinannya, ketika ia melepas jabatan.

Khawatir akan keberhasilan yang selama ini ia bangun, akan hancur setelah ia berhenti bekerja.

Bagaimana mencegah agar individu tidak mengalami PPS. Dari laman https://psikologi.uin.malang.ac.id dikutip Selasa (22/01/23) disebutkan PPS bisa dicegah dengan upaya sebagai berikut;

Pertama, sejak dini saat masih sibuk-sibuknya menjalankan aktivitas keseharian, berupaya dengan baik menemukan aktualisasi diri yang baru. Walau sudah pensiun tetap punya kegiatan sebagai wahana mensosialisasikan diri.

Kedua, membentengi diri dengan niatan aktivitas rohani. Bila segala aktivitas yang didilakukan dengan niat mengabdikan diri sebagai hamba Allah SWT, dengan ijin-Nya individu akan dihantar pada kelapangan dan ketenangan hidup.

Ketiga, habiskan waktu dengan keluarga, anak, dan cucu. Dulu pada saat masih memangku jabatan mungkin kesibukan membuat waktu kita akan keluarga menjadi berkurang drastis.

Demikian, mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita semua, sehingga walau sudah memasuki masa pensiun tetap diliputi oleh suasana kehidupan yang bahagia dan sejahtera baik fisik maupun psikologis.

Penulis adalah Firmansyah, S.Psi., M.MKes, Konsultan Psikologi pada Lembaga Konsultasi dan Bimbingan Psikologi “Buah Hati” juga sebagai Koordinator Sub Bagian Komunikasi Pimpinan Setda Dompu dan Anggota Pemuda Panca Marga (PPM) Kabupaten Dompu. (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait

Pemerintahan

Dompu, Bimakini. – Bupati Kabupaten Dompu didesak agar segera menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) terhadap 32 orang...

Pemerintahan

Dompu, Bimakini. – Bupati Kabupaten Dompu, H. Kader Jaelani (AKJ) resmi melantik eks Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Dompu Firman, S.Pd., sebagai Kepala...

Pemerintahan

Dompu, Bimakini. – Upacara memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke 65 Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2023 tingkat Kabupaten Dompu yang dilaksanakan di...

Opini

Oleh Firmansyah, S.Psi., M.MKes Remaja adalah kelompok usia yang sering menarik perhatian banyak pihak untuk mendiskusikannya. Sering bermasalah di banyak aktivitasnya membuat orang tua...

Opini

Oleh Firmansyah, S.Psi., M.MKes Orang tua adalah sosok penting dibalik eksistensi buah hatinya. Berdasarkan teori psikologi tabularasa dengan tokoh utamanya John Locke, memandang anak...