Oleh : Munir Husen
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bima)
Polemik pernyataan saudara Andi Pangerang Hasanuddin peneliti BRIN terkait dengan kebencian kepada Muhammadiyah. Pernyataan tersebut disampaikan melalui kolom komentar Facebook milik saudara Thomas Jamaludin, viral dan sangat kontrapoduktif.
Mereka sepakat Muhammadiyah dan warganya sebagai obyek yang dibenci, kesejajaran pernyataan dengan redaksional yang berbeda namun makusud dan tujuan sama dan sebangun. Pernyataan tersebut melebihi kewenangan yang dimiliki. Katanya meraka itu orang-orang hebat dibidangnya, namun tidak bijak didalam statementnya.
Setelah ada reaksi warga dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah atas akrobat kebencian yang tendensius, kedua pakar itu boro-boro menyampaikan permintaan maaf pada warga perserikatan Muhammadiyah khususnya dan masyarakat umumnya.
Pernyataan ini jelas penuh dengan unsur kebencian dan dengki pada organisasi Muhmmadiyah dengan tuduhan-tudahan fitnah mengandung unsur pidana. Sehingga kasus ini masuk pada ranah hukum dan penyelesaiannya dimeja hukum, itulah salah satu pernyataan unsur Pimpinan Pusat Muhammdiyah Anwar Abbas.
Tuduhan fitnah oleh saudara Andi Pangerang Hasanuddin mengadung kebencian tanpa dasar, buruk sangka atas dasar, suka dan tidak suka. Kepakarannya dan intelektualnya diragukan, karena hatinya menuduh tanpa dasar. Dan resistensi tuduhan ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan toleransi beragama di Indonesia.
Jikapun tuduhan itu ada buktinya, laporkan saja kepada aparat Kepolisian Republik Indonesia, jika Muhmmadiyah berafiliasi dengan HTI, jangan menyebarkan kebencian pada media sosial yang tidak pantas oleh seorang pakar. Dirumah andapun sudah pasti tidak mungkin keluarganya bisa disatukan dalam satu pandangan.
Islam sudah menggabrakan kehidupan berbagai bentuk dan macam-macam karekter manusia, sebagaimana yang dijelaskan dalam sejarah Islam, ada karakter yang seperti Abubakar Ashidiq, tentu saja akan berbeda dengan Umar Bin Hatab, begitupun Unsman dan Ali.
Perbedaan hari raya Id ini bukan hanya kali ini, sudah tiga kali berbeda Idul Fitri. Dan pemerintah pun tidak mempersoalkan jika Muhammadiyah lebarannya jatuh pada hari Jumat.
Lalu bagaimana mensikapi perbedaan penetapan Idul Fitri, Ketua Pimpinan Wilayah Lajnah Falakiyah Jateng Ahmad Izzuddin MAG berpendapat bahwa ketetapan hakim atau pemerintah bersifat mengikat dan bisa menghilangkan perbedaan.
Namun kalau tetap terjadi perbedaan maka perlu dikembangkan sikap tasamuh, saling menghormati dan menghargai. “Soal mau pakai yang mana, terpulang pada keyakinan dan kemantapan masing-masong. Yang terpenting, saya kira, bagaimana menumbuhkan sikap memahami dan menumbuhkan toleransi dalam rangka ittifaq ikhtilaf, tetap satu dalam perbedaan. Sumber : (https://www.nu.or.id/warta/sejak-19900an-sudah-3-kali-berbeda-idul-fitri)
Begitu cara-cara dua organisasi terbesar di Indonesia ini, saling menghargai satu sama lain jika ada perbedaan saling dihargai, tidak pernah saling menebarkan kebencian dengan usia lebih kuarang satu abad.
Warga Muhammadiyah menghormati negara Indonesia sebagai negara hukum, penyelsaiannya dengan hukum, semua warga negara sama didepan hukum tanpa terkecuali (equality before of the law). Artinya tidak ada pilih kasih dalam penegakannya atau merasa kebal hukum. Siapapun hukum tetap equality didalam penegakan hukum.
Apresiasi pada Polres Jombang Jawa Timur yang telah merespon kasus ujaran kebencian melalui media sosial dan pengancaman warga Muhammadiyah. Andi Pangerang Hasanuddin diperiksa sebagai saksi atas laporan Pengurus Muhammadiyah Jombang Jatim atas ujaran kebencian menghalalkan darah Muhammadiyah.
Disamping itu, ada seorang ustadz seorang menebarkan ujaran kebencian jidadnya hitam karena sujud, namun menjadi kontra produkitif dengan prilakunya, ikut-ikutan membenci organisasi Muhamadiyah tanpa dasar. Tugas Dai itu hanya menyampaikan dakwah bukan penyerang layaknya seorang pendekar dalam cerita koping hoo.
Apakah tidak ada cara yang lebih santun dan elegan untuk melakukan tabayun mencari kejelasan dan kebenaran sebenaranya terhadap permasalahan perbedaan hari raya. “Jikapun” ada kesalahan, kekeliriuan masih banyak cara yang lebih santun dan bermartabat. Pantaskah antum yang memiliki kapasitas ustadz menebar kebencian pada Muhammadiyah.
Antum harusnya menjaga kata-kata, karena salah satu ukuran baik atau tidaknya tergantung sungguh apa yang antum sampaikan pada ummat, antum masih perlu lagi belajar jika hatinya belum siap menjadi ustadz, tinggalkan semua yang bersifat hasad dan cengki. Tidak ada kewenangan antum untum melabeli Muhammadiyah sama dengan syiah.
Guru Ponpes Kota Kota Payakumbuh Sumatra bara ustadz Hafzan El Hadi, sebagai Pimpinan pondok Pesantrean Dar El Ilmi menyebutkan “ Muhammadiyah dengan Siah. Dalam unggahannya Hafzan El Hadi menyebutkan yang menganut sekte Muhmmadiyah biar Melek, ini sisi kesamaannya dengan syi’ah. Berilamlah tanpa Ormas”. Berita tanggal 27 April 2023 (https:www//eramuslim.com/berita/nasional/muhammadiyah-disamakan-dengan-syiah-perbedaan-penetapan-idulfitri-guru-ponpes-ini-minta-maaf).
Ustadz perlu menggunakan hati sebening cermin, untuk dakwah jangan antum menyebarkan fitnah, mencari kesalahan yang lain. Sementara antum belum teruji memiliki pengetahuan melebihi para mereka yang antum benci, pikirkan sebelum diucapkan, karena dampaknya dari ucapan tersebut melebihi dari tajamnya silet.
Kebencianmu pada Muhammadiyah terucap dengan kata-kata kasar tanpa filter, menghujat, memfitnah. Batimu kotor seperti kotornya mulut yang mencerca organisasi Muhammadiyah. Mengapa kepencian itu ditunjukkan pada oraginsasi muhammadiyah. Mereka ini adalah sama setali tiga uang.
Jika merujuk pada UU No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaski Elektronik atau yang dikenal dengan istilah UU ITE. Ketiga person ini diduga telah melakukan penyebaran informasi kebencian pada organisasi muhammadiyah.
Pada prinsipnya penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan demik kepentingan nasional. Bukan sebaliknya.
Kita serahkan kasus kebencian ini pada aparat penegak hukum, untuk diproses sesuai aturan yang berlaku. Permintaan maaf tidak menggugurkan ancaman pidana bagi terduga, sebagai langkah cerdas semua menahan diri dari cara-cara yang melanggar hukum, apatah lagi main hakim sendiri nauzubillah minzalik.
Allahulmusta’an
Salah satu Pendiri Lembaga Bantuan Hukum Amanah
Fastabiqul khairat…!.
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
