Bima, Bimakini.- Warga Desa Kore, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima, Siti Rahman harus menyerahkan uang Rp60 juta kepada oknum UPTD dan honorer. Uang itu adalah santunan kematian suaminya yang diserahkan Bupati Bima, Hj Indah Dhamayanti Putri.
Ramlah menyerahkan uang itu karena mendapat ancaman akan dipenjara. Juga rekaningnya yang bersaldo Rp160 juta diblokir.
Oknum Kepala UPTD dan Honorer tersebut diperiksa Inspektorat Kabupaten Bima, Sabtu (16/12). Mereka diperiksa di Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bima.
Pantauan Bimakini.com, mereka diperiksa secara terutup selama tiga jam. Mereka diperiksa Inspektorat Pembantu, Andi Haris Nasutian Sip. Termasuk Siti Ramlah yang menjadi korban pemerasan. Terlihat juga Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Hj Nurma dan Kasubag Informasi dan Protokoler Kabupaten Bima Suryadin, M. Si.
Setelah memeriksa Siti Ramlah, dilanjutkan Kepala UPT Kelutan dan Perikanan Kecamatan Sanggar, Subhan, Bambang (Honor) dan Muhammad (PNS). Mereka diperiksa hingga pukul 24.58 Wita.
Informasi yang diperoleh, Ramlah dimintai keterangan sebagai saksi. Sementara ketiga orang itu diperiksa sebagai saksi terlapor.
Ramlah ahli waris penerima bantuan Santunan Asuransi Kematian, mengakui uang sebesar Rp 60 juta telah diambil oleh beberapa oknum PNS dan Honorer di Kecamatan Sanggar. Mereka memaksa dan menakut-nakuti dirinya, supaya bisa menyerahkan sejumlah uang dalam rekening itu.
“Saya diajak paksa oleh Kepala UPT Subhan, Bambang Pegawai Honor Daerah dan Muhammad, untuk datang di Pandopo I saat acara Kamis (14/12),” ujar Ramlah usai diperiksa Inspektorat Sabtu (16/12) malam.
Lanjut dia, uang asuransi yang tersimpan dalam buku Rekening tersebut, sama sekali belum disentuh untuk kebutuhan keluarganya. Ramlah yang sedang tidak enak badan saat itu, terpaksa mengikuti kemauan mereka, karena diancam dipenjara.
“Saat itu, Muhammad sebagai PNS menulis slip Bank dan menyuruh saya untuk menarik uang sebesar 70 juta rupiah, sementara Kepala UPT Subhan dan Bambang Pegawai Honor Daerah itu pergi ke tempat lain,” ujarnya.
Ramlah mengaku tiga kali menolak keinginan mereka saat di Kantor Bank. “Selesai ditarik, uang itu diminta dan dipagang oleh Kepala UPT. Saya dikasih 10 juta rupiah, sementara 60 juta rupiah itu mereka bagi bertiga di tempat minum es Kepala di Niu,” ungkapnya dengan nada sedih.
Parahnya lagi, Ramlah sempat meminta Rp 20 juta, namun Kepala UPT tidak mau menyerahkan, dengan alasan masih ada Rp 90 juta dalam buku Rekening. “Saya sempat menangis saat meminta uang 20 juta itu. Malah mereka mengancam saya, akan memasukan ke penjara dan memblokir buku rekening itu. Mereka juga menyuruh tidak menceritakan ke warga di Sanggar,” ungkapnya.
Tiba di rumah, kakak iparnya curiga dengan sikapnya. “Karena mencurigai sikap saya, Ahmad meminta buku rekening dan mengecek ke Bank, setelah mengetahui jumlah uang tinggal 90 juta rupiah, akhirnya meminta saya untuk jujur dan saya menceritakan kemana uang itu pergi,” turutnya. (MAN)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.