Connect with us

Ketik yang Anda cari

Peristiwa

Tujuh Terduga Provokator Palang SD di Woha Ditangkap!

Kapolres Bima, AKBP M Eka fathurrahman, SIK

Bima, Bimakini.- Ini sikap tegas Kepolisian Resort (Polres) Bima terhadap kelompok warga yang memalang tiga Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Woha, Kamis siang. Sebanyak tujuh orang yang diduga provokator ditangkap pascapemalangan itu.

Kapolres Bima AKBP M Eka Fathurrahman, SIK, mengaku terpaksa mengambil sikap tegas, sebanyak tujuh  terduga provokator aksi penutupan SDN 1 Keli, SDN Inpres Keli, dan SDN Talabiu di Kecamatan Woha ditangkap.   Mereka ditangkap karena tidak membuka penyegelan meski pihak Kepolisian sudah berkoordinasi.

Kata Kapolres, mereka yang diamankan adalah Muhdin, Nasuhi, Jufrin, dan Rayo (anggota BPD). Keempat orang ini terlibat pemalangan dua SDN di Desa Keli.  Tiga orang lainnya menutup SD di Desa Talabiu, yakni  Arif Kurniawan, Arif Munanda, dan Jego.

“Mereka ditangkap dan diamankan, karena berusaha mencegah Polisi ketika upaya negosiasi dan koordinasi dilakukan,” kata Kapolres.

Diakuinya, Polres sudah berkali- kali melakukan upaya pendekatan persuasif pada mereka, namun percuma karena mereka tidak mau mendengarkannya.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

“Saya mengamankan sendiri tiga orang di Talabiu,  empat orang di Keli diamankan anggota Polsek Woha,” jelasnya.

Mereka menolak mutasi jabatan Kepala Sekolah SDN  Inpres Keli dari pejabat lama H  Safrudin kepada pejabat baru  Fad’an, SPd. Mereka juga melampiaskan kekecewaannya terhadap sekolah SDN yang berada di sampingnya.

“Setelah mengamankan keempat orang di Desa Keli, pintu sekolah langsung dibuka oleh anggota Polsek, supaya KBM kembali normal,”  terangnya.

Begitu juga di Talabiu. Mereka mengancam tidak akan membuka palang, apabila Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putrti tidak  datang memberikan penjelasan terkait mutasi itu. “Pintu sekokah yang dipalang pake kayu saya buka sendiri, tiga orang dari Talabiu saya amankan di Polres langsung,’  katanya.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Kata dia, tidak boleh mengganggu atau menghalangi kepentingan umum, kalau ada yang mau disampaikan tidak seperti ini caranya. Masyarakat bisa mengomunikasikan melalui  cara yang lebih elegan.”Ini melanggar aturan hukum yang berlaku, keputusan Bupati berdasarkan berbagai pertimbangan, bukan asal-asalan,” pungkasnya. (BK34)

 

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait