Mataram, Bimakini.- Mesin Partai Politik (Parpol) semua Pasangan Calon (Paslon) pada Pemiligan Gubernur (Pilgub) NTB masih belum optimal bergerak. Diduga karena konfigurasi politik Pilkada di NTB yang tidak linier. Akibatnya mesin politik parpol secara taktis belum maksimal melakukan penetrasi dibasis pemilihnya. Penilaian itu disampaikan M16 dalam siaran persnya, Jumat (4/5).
Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, SH mengatakan, konfigurasi politik yang tidak paralel antara Pilgub NTB dan pemilihan Bupati dan Wali Kota menyebabkan mesin parpol tersendat. Kalaupun ada gerakan terkesan simbolik politik yang diragukan efektifitasnya.
Faktor lain, kata Didu, samaapn akrabnya, menghambat mesin partai berakselerasi. Bisa jadi karena lemahnya dukungan resources untuk menggerakkan mesin partai. “Bahkan Konon ada parpol besar pengusung salah satu Paslon membuat memo dan catatan terkait Paslon yg didukungnya terkesan tidak memahami maksud kewajiban politik parpol pengusungnya,” ujarnya.
Bahkan, kata dia, stagnannya mesin partai ini hampir merata dialami oleh Paslon yg didukung Parpol . Paslon cenderung lebih banyak mengandalkan gerakan individual ataupun bersama tim relawannya, seperti halnya yang dilakukan Zul-Rohmi maupun Paslon Lain. Kecendrungan solo run para Paslon ini karena dinilai lebih efektif dan lebih efisien.
“Pilgub NTB kali ini terkesan tidak semeriah dibanding Pilkada sebelumnya karena kemampuan resources para Paslon hampir sama dan hemat ,” ungkap Didu.
Kata Didu dengan melihat sejumlah release hasil survey lembaga yang sudah dipublikasi, elektabilitas para Paslon Pilgub maupun Pilbup rata-rata seimbang. Di bawah margin error dan swing votter masih tinggi. “Akibatnya semua Paslon yang bertarung dalam Pilgub NTB sejatinya memiliki peluang yang sama untuk menang,” tambahnya.
Lanjut Didu, ada fenomena anomali dalam Pilkada serentak NTB, karena ditengarai minimnya keterlibatan para donatur politik. “Kondisi ini membuat logistik politik para Paslon relatif berimbang,” sambungnya .
Akibatnya, kata Didu, para Paslon akan selektif dan hemat dalam mengintertain para relawan dan konstituennya agar lebih terarah dan produktif. “Konsekwensinya tidak ada lagi jor joran untuk membiayai aktifitas bersama konstituennya ,” kata Didu.
Didu menambahkan, tidak heran jika mesin parpol masih belum bergerak secara simultan dalam mengagregasi pemilih loyalnya. “Disinilah dilema politik dan psikologis yang dialami para Paslon dalam menggerakkan mesin parpolnya,” ujarnya .
Dengan sisa waktu kurang dari 50 hari lagi menuju 27 Juni 2018 harusnya mesin parpol mulai digerakkan dengan berbagai konsekwensi nya. “Ini untuk menjaga Marwah para Paslon juga parpol pengusungnya ,” tegasnya.
Sebagai catatan kaki lanjut Didu , Pilgub NTB ini akan menjadi pertaruhan gengsi politik sekaligus spirit bagi Parpol pengusung karena ada calon independen yang ikut konstestasi. “Suka tidak suka, setuju tidak setuju ,di Pilgub NTB inilah prestise dan gengsi politik parpol dipertaruhkan,’ katanya.
Di atas kertas, jika mesin partai digerakkan secara Masiv dan benar, maka pemenang Pilgub NTB adalah Paslon yang didukung Parpol. Karena setiap parpol cenderung memiliki karakteristik pemilih yang setia dan loyal. “Buktinya tingkat partisipasi rakyat di NTB dalam setiap Pilkada cenderung meningkat secara signifikan,” imbuh Didu .
Pilgub NTB, jelas Didu menjadi ajang pertarungan suddent dead bagi parpol melawan calon independen. “Jika Paslon yg diusung parpol bertekuk lutut dengan calon independen , maka akan berdampak bagi kredibilitas dan citra parpol di NTB itu sendiri,” pungkasnya. (IAN)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.