Bima, Bimakini.- Kericuhan saat perebutan pupuk subsidi jenis urea di Desa Bolo, Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima, Sabtu (4/12), sekitar pukul 16.15 Wita, mengakibatkan satu orang warga setempat atas nama Wahyu (21) mengalami luka di bagian leher setelah terkena peluru karet yang dilepas oknum anggota polisi.
Atas kejadian itu, keluarga korban, Ahmad Yani meminta kepada aparat kepolisian agar bertanggung jawab, karena korban bukan terkena peluru nyasar, tapi disengaja ditembak. “Adik kami itu sengaja ditembak, bukan terkena peluru nyasar. Untuk itu polisi diminta bertanggung jawab,” ujar Ahmad Yani, Senin (6/12).
Kata Ahmad Yani, tindakan yang dilakukan kepolisian saat insiden itu sangat tidak terukur. Pasalnya, penembakan itu dilakukan secara brutal sehingga mengakibatkan banyak warga yang terkena gas air mata dan mengakibatkan sesak nafas.
“Warga dipretelin dengan peluru karet dan gas air mata. Akibatnya anak – anak jadi sasaran, sehingga tidak bisa bernafas,” urainya.
Dijelaskannya, korban yang ditembak itu tidak terlibat aksi perebutan pupuk, apalagi bentrok dengan aparat. Namun, mendengar suara tembakan, Wahyu yang juga anak yatim itu keluar dari rumah untuk menjaga kuda yang berada di kandang samping rumah.
“Saat itu ibu korban sempat memohon pada oknum anggota polisi tersebut untuk tidak menembak, namun tetap saja menembak ke arah anaknya,” ungkap Ahmad.
Untuk itu, pihaknya meminta kasus tersebut diusut tuntas dan meminta Kapolda NTB mencopot Kapolres Bima karena yang diduga pelaku anggota Brimob Kota Bima. “Polisi harus bertanggung jawab, karena korban jelas – jelas ditembak secara brutal oleh oknum anggota Brimob,” ujarnya.
Warga Bolo lainnya, Rizal Patikawat meminta Kapolri memecat Kapolres Bima Kota. Permintaan itu sangat bijak dan harus direspon secepatnya. Karena, akibat insiden itu tidak saja Wahyu yang jadi korban, namun banyak warga lain menjadi sasaran gas air mata lantaran brutal dan sikap represif polisi. “Beruntung tidak ada korban yang tewas. Walau demikian polisi harus bertanggung jawab,” terangnya.
Dia menambahkan, polisi tidak saja menanggung biaya pengobatan terhadap korban sebagai bentuk permintaan maaf. Selepas itu kita akan melaporkan masalah ini ke Komnasham RI karena sudah melanggar hak asasi manusia.
“Pemicu kegaduhan adalah aparat kepolisian sendiri, kenapa mesti melakukan tembakan. Padahal suasana mulai redam karena warga mengetahui sudah ada pupuk yang disalurkan sejumlah 7 ton setengah. Sebenarnya biarkan saja warga merebut pupuk dengan alasan takut tidak kebagian pupuk, toh juga warga akan dibayar ko,” sesalnya.
Sementara itu, pihak kepolisian sedang dikonfirmasi. KAR
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.