Kota Bima, Bimakini.- Sejumlah rumah warga dibantaran sungai Kelurahan Nae, Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima masuk dalam Program Insitu. Pembangunan rumah itu untuk korban banjir yang ada di bantaran sungai.
Sejumlah rumah pun dibongkar, untuk pembangunan baru. Ada yang baru selesai membongkarnya, namun program pembangunan rumah ini ternyata tiba-tiba dihentikan. Penghentian itu olej Konsultan Manajemen (KM) tanpa ada sosialisasi.
Akibatnya, sejumlah kepala keluarga (KK) merasa dirugikan, karena rumah sudah dibongkar. Harapannya pembangunan rumah akan berjalan lancar, sehingga cepat ditempati.
Namun, justru mereka kecewa, karena setelah dibongkar, pembangunan tidak dilanjutkan. Bahkan, ada dua rumah baru selesai dibongkar, tiba-tiba datang pemberitahuan kelanjutan pembangunan rumah tidak jadi dilanjutkan.
Informasi yang diperoleh Bimakini.com, ternyata terjadi kesalahan oleh pendamping dan konsultan manajemen (KM). Rumah dipending pembangunannya, karena berada persis dibantaran sungai, sehingga terpaksa dihentikan dan masuk dalam relokasi pemukiman baru. Atas hal itu warga pun menilai pekerjaan dilakukan pemerintah dan KM serta fasilitator amburadul.
“Kami awalnya sudah katakan, akan direlokasi ke pemukiman baru, tapi mereka menyuruh kami membongkar rumah lama untuk dibangun baru,” ujar Sunardin, pada Bimakini.com, Ahad (5/1).
Diakui Sunardin, awalnya tidak mau membongkar rumahnya dengan alasan tahu kalau akan direlokasi. Namun petugas datang dan mengatakan relokasi itu urusan lain. Rumahnya akan dibangun baru, meskipun nanti tetap direlokasi. “Kalaupun jadi direlokasi rumah dibangun persoalan belakangan, bongkar dulu rumahnya biar di bangun baru, kalau pindah ke rumah relokasi urusan lain, karena waktunya juga masih lama baru direlokasi.” kata Sunardin menirukan peryataan petugas pembangunan rumah pascabanjir padanya.
Karena itu, dirinya membongkar rumah. Karena jika tidak, material bahan bangunan untuk rumah baru tidak akan direaliasikan. Karena untuk menyalurkan material, rumah lama harus dibongkar.
“Ini jadinya kita yang jadi korban pak. Mana rumah sudah dibongkar, pengerjaan rumah dipending pula, dua pekan saya sama istri dan anak terlantar, harus tidur di rumah tetangga,” keluh Sunardin sambil menunjuk puing rumah sisa pembongkaran rumahnya.
Warga lainnya, kata dia, ada yang pembangunannya sudah setengah jalan. “Lalu kalau seperti ini siapa bertanggungjawab. Ada beberapa warga lain merasakan hal sama. Untuk itu saya berharap pemerintah turun tangan, jangan sampai bersama warga lainnya telantar dan sengsara,” sesalnya.
Bahkan, kata dia, selama sepekan pembongkaran rumah, terpaksa tidak bekerja sebagai kuli di pelabuhan.
Hal sama dikatakan Kaharudin, warga RT 02 RW 01. Dia juga bingung karena terlanjur sudah membongkar rumah, namun tetiba dihentikan. Sementara saat ini musim penghujan, terpaksa tidur di rumah kerabat.
Untuk itu dirinya dan warga lain menuntut tanggungjawab pemerintah atas kondisi ini. meminta agar ada solusi. (DED)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.