Kota Bima, Bimakini.com.- Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Bima dilaporkan ke Polres Bima Kota atas dugaan perbuatan tidak menyenangkan dan penyalahgunaan wewenang. Pelapornya adalah Dra. Nur Farhati, M.Si. Wanita yang juga Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bima itu menyampaikan laporan melalui Kuasa Hukum-nya, M. Lubis, SH, Sabtu (4/5) dan diterima Minggu (5/5) lalu oleh Kepolisian.
Seperti dijelaskan Lubis kepada wartawan, dalam laporan tersebut Panwaslu dinilai telah melanggar dua pasal, yakni pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan terhadap kliennya dan pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sebagai Panwaslu.
Lubis mengaku, melaporkan hal itu atas nama pribadi Farhati, bukan dalam kapasitasnya sebagai Ketua KPU. Pihak Panwaslu dilaporkan tiga pimpinannya, yakni Drs. Arif Sukirman, MH, Ir. Khairudin, M. Ali, M.AP, dan Asmah, S.Sos. “Mereka saya lapor karena membuat perasaan tidak enak pada klien saya dan penyalahgunaan wewenang,” terang Lubis di Pengadilan Negeri Raba Bima, Senin (6/5) siang.
Dasar pelaporan itu, jelasnya, mengacu pada surat pemanggilan Panwaslu yang ditujukan kepada Farhati secara personal untuk mengelarifikasi terkait kedatangan pasangan calon Gubernur NTB nomor 1, HM. Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) di kediaman Ayahnya, H. A. Gani Masykur beberapa waktu lalu.
Surat pemanggilan itu, menurut kliennya dinilai tidak sesuai prosedur karena isinya sangat janggal. Masalahnya, Farhati dipanggil secara personal, bukan kelembagaan, sedangkan isinya tertulis Ketua KPU.
Disamping itu, kliennya merasa tidak perlu menghadiri panggilan, karena tidak punya kaitan dengan kunjungan TGB.
Kehadiran TGB untuk bersilaturrahmi dengan H. A. Gani Masykur karena memiliki riwayat hubungan kekerabatan dengan TGKH Zainuddin Abdul Majid, orangtua TGB yang juga pimpinan Pondok NW di Lombok Timur. Lagipula, katanya, kunjungan seperti itu bukan pertamakali, tetapi sudah sering sebelum TGB menjabat Gubernur NTB.
“Jadi apa hubungannya kehadiran TGB dengan permintaan klarifikasi terhadap Ketua KPU? Urusan pribadi orang mestinya bukan klarifikasi ke Ketua KPU, apalagi saat itu klien saya sedang di Mataram,” terangnya.
Selain itu, menurutnya, Farhati tidak perlu hadir karena yang dipanggil secara personal, bukan kelembagaan. Diakui oleh kliennya, perbuatan tidak menyenangkan Panwaslu bukan hanya sekali dilakukan, tetapi sudah sering. Sebelum muncul persoalan ini, Panwaslu kerap melontarkan pernyataan di media massa yang isinya membuat perasaan tidak enak kliennya.
Dicontohkannya, seperti pemberitaan mengenai ancaman Panwaslu memboikot Pemilukada Kota Bima dan laporan mengenai pergantian Ketua KPU yang diberitakan sejumlah media cetak dan menjadi berita utama. Menurutnya, hal seperti itu sangat berpotensi membuat sakit hati kliennya karena dapat berimplikasi mengganggu kinerja KPU.
“Apalagi, saat ini KPU sedang disibukkan dengan agenda besar persiapan Pemilukada Kota Bima,” ujarnya.
Atas dasar itu, lanjutnya, tidak mungkin Farhati mengenyampingkan tugas besar yang menunggu hanya untuk menghadiri panggilan Panwaslu. Pada panggilan kedua, diakuinya, juga Farhati kemungkinan besar tidak hadir atas pertimbangan tersebut.
“Saya berharap kepada rekan Panwaslu tidak mementingkan pemeriksaan terhadap Farhati, karena pertimbangan agenda Pilkada yang sebentar lagi akan digelar,” harapnya. (BE.20)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.