Akhir pekan lalu, Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia mendatangi lahan yang disengketakan warga Desa Oi Katupa dan PT Sanggar Agro. Setelah itu, mendialogkannya dengan legislatif, Sanggar Agro, dan Bupati Bima. Mereka berupaya mencari penyelesaian terbaik. Suatu solusi yang hingga kini belum menemukan titik temu.
Kenekatan warga mengungsi ke Kota Bima dan hidup di bawah tenda darurat adalah masalah tersendiri. Anak-anak pun terseret arus kengototan orang tua hingga pelajaran sekolah keteteran dan kesehatannya menurun. Bahkan, beberapa di antaranya dirawat inap. Kabar yang berhembus, Senin (26/09) mereka akan kembali menyuarakan bahasa aspirasinya dan memaksimalkan upayanya.
Ya, penyelesaian terbaik inilah yang diinginkan bersama. Sebagaimana isyarat Bupati Bima, Hj Indah Dhamayanti Putri, sebelumnya bagaimana menyelesaikan dalam posisi ‘win-win solution’. Dalam arti warga Oi Katupa mendapatkan porsi, kenyamanan investasi pun terjaga. Nah, menemukan titik temu inilah yang belum bersimpul kuat. Tentu saja kita mengharapkan ada semangat kuat untuk menyelesaikan masalah. Jika tidak, maka tarik-ulur ini akan semakin awet dan makin menjauhkan hasrat menemukan bentuk penyelesaian yang elegan. Bakal ada pihak-pihak yang memasuki areal ini untuk kepentingan masing-masing, yang kian menjauhkan inti upaya solutif. Semoga fasilitasi yang dilakukan segera menemukan ruang yang terbuka untuk mendialogkan kepentingan. Mari mendoakan bersama.
Masalah sengketa lahan ini harus diseriusi, karena lintasan hari yang terus bergulir akan makin menjauhkan semangat untuk menemukan muara kesepakatan. Konflik agraria, pada pengalaman banyak daerah di Indonesia, selalu memantik eskalasi luas dan bahkan berdarah-darah. Kita mendamba pengalaman buruk itu menjauh dari Dana Mbojo. Seperti harapan Komnas HAM, eksekutif terus membangun komunikasi agar persoalan itu dapat diselesaikan dan tidak merugikan dua pihak. Nah, detail solusi terbaik inilah yang harus segera di-breakdown dalam kesepakatan yang mengikat.
Sekali lagi, semoga ada solusi melegakan yang tercipta antardua pihak melalui proses dan semangat menyelesaikan masalah. Namun, jika pun masih buntu, masih penyelesaian secara hukum adalah pilihan normatif yang layak. Biarkan aparat hukum yang menyelesaikannya dan menemukan inti persoalan yang disengketakan. Dari proses hukum inilah akan terlihat karut-marut persoalan ini. Seperti bagaimana luas Hak Guna Usaha bisa bertabrakan dan mengcengkram Peraturan Daerah tentang pemekaran Desa Oi Katupa. Siapa tahu terungkap jelas dan transparan siapa saja yang “telah bermain cantik” di lahan prospektif Oi Katupa itu. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.