Kota Bima, Bimakini.- Ini pernyataan yang disampaikan oleh Ahli konservasi tanah dan air dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Dr. Ir. Agus Maryono, tentang banjir bandang. Setelah banjir bandang, tidak ada susulan yang sama.
Dia pun menjelaskan, banjir bandang biasanya hanya terjadi sekali dan tidak ada banjir susulan. Di masyarakat sendiri masih beredar kabar akan adanya banjir susulan lebih besar.
“Karena sifat banjir bandang adalah langsung menyapu bersih semua material atau sumbatan sepanjang sungai tersebut. Jadi biasanya setelah ada banjir bandang di satu sungai, maka tidak ada banjir susulan. Jika sampai terjadi banjir bandang susulan seperti di Kota Bima, maka kemungkinan besar banjir pertama dan kedua berasal dari sungai yang berbeda”, jelasnya saat sosialiasi Gerakan Restorasi Sungai dan Memanen Air Hujan kepada Pemerintah Kota Bima, seperti dikutip Plt. Kabag Humas dan Protokol, Syahrial Nuryaddin, S.IP, MM dalam siaran persnya, Kamis (19/1/2017).
Agus mengatakan Gerakan restorasi sungai perlu menjadi perhatian serius. “Gerakan ini tidak boleh hanya dilaksanakan oleh Pemerintah. Masyarakat harus terlibat”, katanya.
Disarankannya untuk dilaksanakan gerakan susur sungai, atau mengecek aliran air sungai yang lain apakah masih ada penyumbatan sehingga tidak menjadi penyebab banjir berikutnya. Material penyumbat aliran air sungai akan mengakibatkan air terakumulasi di beberapa titik sepanjang sungai, terutama di kawasan hulu. Pada saat ada curah hujan ekstrim, maka akumulasi air tadi tidak lagi tertampung dan mengalir sekaligus sehingga menyebabkan banjir bandang.
“Air banjir hari ini merupakan akumulasi air hujan hari-hari sebelumnya sampai hari ini, karena sungai tidak lancar alirannya”, kata. Agus.
Dia pun mengajak masyarakat untuk memanfaatkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. “Air hujan saat ini belum dimanfaatkan maksimal, hanya dibiarkan turun dan mengalir, kadang membanjiri wilayah. Suatu kondisi yang ironis jika pada musim kemarau kekurangan air sementara pada musim hujan kita kebanjiran”, katanya. Pemanenan atau menampung air hujan sudah diterapkan di berbagai negara maju seperti Jerman dan Australia.
Agus bersama tim membawa dua contoh alat penampung air hujan yang juga memiliki fungsi penyaringan sehingga air tertampung sudah bersih dan bisa digunakan untuk keperluan memasak. Ia pun mendemonstrasikan penggunaannya. Dua unit peralatan tersebut akan diberikan kepada Pemerintah Kota Bima untuk dimanfaatkan. Kedepan, ia berharap pemerintah bisa menggerakkan masyarakat agar program memanen air hujan bisa menjadi gerakan komunal.
Tim ahli UGM terdiri atas dua orang dosen yaitu Prof. Dr. Hari Kusnanto, DrPH, dan Dr. Ir. Agus Maryono, didampingi dua asisten yaitu Bayu Fardhi Achmad, S.Kep.Ns.M.Kep, dan Rifqi Amrillah Abdi. Tim melakukan pemaparan di ruang rapat Walikota, yang dihadiri Asisten II Setda Kota Bima Dr. Syamsudin, M.Si, serta sejumlah pimpinan SKPD Lingkup Pemerintah Kota Bima. (BK25)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.