Kota Bima, Bimakini.- Tragedi banjir bandang melanda Kota Bima Rabu (21/12/2016) dan Jumat (23/12/2016) sudah berlalu. Berbagai bantuan mengalir, namun tetap masih ada yang luput dari sentuhan.
Tidak hanya isi rumah yang dilumat banjir dan lumpur, namun juga puluhan rumah hilang. Korban kini menatap pascabanjir, apa yang harud dilakukan. Ada yang berharap mendapat sentuhan modal usaha, agar bisa menggeliat lagi.
Seperti ST. Rahmatiah, warga RT 12/RW 05 Kelurahan Melayu pada Bimakini. Dia tidak menyangka rumah sederhananya akan porak-poranda seperti saat ini. Tidak terlintas sedikitpun bencana banjir akan menerjang rumah dan seluruh pemukiman warga.
Bencana banjir terjadi selama dua kali itu, tidak bisa dilupakan selama hidupnya. Walaupun sering digenangi banjir saat hujan, tetapi bencana kemarin seperti kiamat baginya.
Ketika air mulai masuk dipemukiman dan meninggi, bersama keluarganya berlari ke arah gunung. Nafas tersengal. Sisa nafas seperti sudah diujung mulut demi untuk selamat dari derasnya banjir.
Dari ketinggian, ditatapnya perkempungan yang berubah menjadi lautan. Juga gubuk mungilnya yang “dilahap” banjir. Semua harta benda habis terbawa arus, yang tersisa hanya beberapa potong pakaian yang bisa dicuci kembali walaupun terendam lumpur. “Barang lainnya dan uang sudah tidak ada lagi,” keluhnya pada Bimakini.com.
Kini asa hanya bisa dititipkannya melalui pemerintah. Kiranya diberi modal untuk kembali menata hidup.
“Kami berharap bayak pak. Mohon kami diberi bantuan untuk modal usaha, biar kami bisa lanjutkan hidup lagi,” katanya dengan nada sedih.
Diakuinya sudah mendapat dana Rp500 ribu. Tetapi itu tidak cukup untuk modal usaha. Satu sisi harus memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Modal usaha sepertinya harapan dan mimpi terakhir. Untuk mengumpulkan pundi rupiah, membiayai sekolah anak.
Harapan sama juga disampaikan Fatimah, warga RT 09. Selain modal usaha, berharap adanya dermawan menyumbangkan pakaian. “Sudah tiga hari pakaian tidak dicuci, mau dicuci, sementara tidak ada lagi pakaian layak untuk pengganti, sangat berharap adanya bantuan pakaian,” ujarnya.
Diakuinya, ada bantuan yang datang berupa pakaian. Namun tidak cukup untuk dibagi. Ada yang dapat celana, ada juga baju. “Warga memang ada yang menerima bantuan pakaian setelah banjir. Semua sangat berterima kasih, tetapi tidak cukup, karena sebagian ada hanya dapat baju ada juga mendapatkan celana saja,” ujarnya.
Fatimah sendiri mendapatkan jatah daster. Karena tidak ada celana, terpaksa menggunakan sarung.
Terpenting juga, kata dia, pemerintah harus ada upaya agar banjir tidak terus datang. Menjadi “hantu” yang mengerikan. Jika hutan rusak, maka harus ada upaya mengembalikannya. (BK32)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.