SEJAK dua pekan terakhir, ada pergumulan dinamika sosial di Dana Mbojo yang meresahkan. Sejumlah kasus kriminal mencuat dan memicu keprihatinan. Para pemuda dan remaja terjebak kasus peredaran Narkoba, pencurian kendaraan bermotor (Curanmor), peredaran Tramadol, dan penjambretan. Media cetak dan media online merilis beritanya dalam rangkaian yang hampir tidak terputus. Reaksi masyarakat pun, satu di antaranya, terekspresi liar melalui pengepungan seorang terduga pelaku Curamor di Desa Jia Kecamatan Sape. Kayu, batu, dan bogem mentah mendarat tanpa terelakan.
Ada apa dengan pemuda, remaja, dan wajah sosial Mbojo hari ini? Suatu gambaran sketsa sosial yang menguatirkan karena berseiringan dengan derap Ramadan yang mendekati ujung. Sisi buram ini memerlukan perhatian lebih, karena gambaran memalukan dari wilayah yang diklaim religius. Per Kartu Tanda Penduduk, mereka teridentifikasi Muslim! Fenomena praktik kemusliman yang terdegradasi jauh dari nilai dan akhlak sosial.
Apa yang diekspresikan para pemuda dan remaja Mbojo itu mencapai kefatalan dalam level derajatnya. Telah ‘menantang’ secara frontal keutamaan Ramadan yang dijanjikan Allah. Bukannya menggairahkan dan mengekploitasi amaliyah kebajikan, justru menebar keresahan dan merampas hak orang lain. Memuntahkan benih kebatilan. Padahal, logika sederhananya adalah, jika amaliyah Ramadan diganjar pahala berlipat bagi yang melakukannya, maka ganjaran sebaliknya juga berlaku bagi mereka yang mengkhianati kemuliaan bulan suci ini. Agama Islam mengajarkan mereka yang keluar dari lintasan Ramadan tanpa terampuni dosa-dosanya, dipandang sebagai status merugi berat dan terhina.
Harus diakui, setelah pertengahan Ramadan hampir setiap tahun, kasus kriminalitas selalu marak terjadi. Suatu rentang waktu mulia untuk menambah kualitas ibadah. Sejatinya suatu tahapan pendekatan diri kepada Rabb, karena tidak ada garansi dari siapapun bisa bertemu Ramadan lagi. Ada yang mengidentifikasi hasrat membara kepemilikan materi karena godaan lingkungan sosial adalah satu di antara pemicunya. Gaya hedonisme yang diperagakan kelompok berpunya di Dana Mbojo juga berkontribusi terhadap kecemburuan sosial ini. Pertanyaan “memakai pakaian apa saat Idul Fitri, perhiasan baru jenis mana, dan berwisata kemana” menggoda pikiran-pikiran pemuda dan remaja tanggung tanpa landasan iman.
Jika merujuk pada tarikh Islam, maka ledakan partisipasi salah arah yang diekspresikan sebagian pemuda Mbojo melalui aksi kejahatan tidak sejalan dengan semangat pesan Islam. Prototipe pemuda berakal pendek seperti ini memerlukan terapi psikologis yang intensif agar kembali dalam koridornya. Kembalilah ke shirat al mustaqim…(*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.