Pelajar Dana Mbojo terlibat perkelahian. Itu bukan berita baru. Sudah kerap terjadi mewarnai dinding kanvas pendidikan. Tetapi, jika ada pelajar putri berduel di atas bukit, disaksikan supporter masing-masing, dan kini tersiar luas dalam media publik, kehebohannya terasa.
Ya, video amatiran yang merekam perkelahian dua remaja berseragam Sekolah Menengah Atas (SMA) berjudul ‘SMA 2 VS SMA 4’ dan berdurasi 1 menit 15 detik menghentak publik. Suatu laga yang terlihat hampir seimbang. Semoga saja tidak menjadi gambaran umum mengenai kondisi mentalitas “Kartini Mbojo” yang sudah meninggalkan karakter keibuannya. Kapan direkam dan identitas dua pelajar itu masih ditelusuri. Semoga saja semuanya cepat terungkap.
Menariknya, kasus itu berseiringan dengan wakil rakyat yang ‘gatal tangan” saat sidang membahas masalah rakyat. Dua fenomena kekerasan, degradasi karakter, dan suguhan tidak nyaman saat Ramadan. Itu juga mencerminan bahwa keruntuhan karakter sudah mengancam lintas generasi. Kita mengharapkan aparat Kepolisian terus mendalami, terutama dengan mengamati seksama identitas gambar atau lokasi dalam duel itu.
Kasus duel pelajar perempuan itu mesti secepatnya diidentifikasi dan media reflektif bagi jajaran pendidikan dan orangtua agar meningkatkan pembinaan plus pengawasan. Kita tidak lagi bisa hanya mengandalkan pengakuan mereka soal perkembangan pendidikannya, tetapi memerlukan pengawasan berbagai arah. Bukankah anak-anak Muslim yang menuju masjid untuk bertarawih juga ada yang mengantungi petasan dan korek api?
Pada sejumlah kota besar, aroma persaingan antarpelajar kerap mencuat ke permukaan dalam tema kekerasan. Bahkan, menegaskannya dalam komunitas atau geng. Selalu meresahkan karena dalam masa pengemblengan mereka tidak fokus dengan target masa depannya. Sejatinya, persaingan di antara mereka dalam konteks pencapaian prestasi, peningkatan kreativitas, dan pengembangan karakter. Jika arus utama mereka dalam tema kenakalan dan kekerasan, maka kekuatiran pantas kita usung.
Sekali lagi, bahasa kekerasan yang mewarnai sikap dan tindakan pelajar Mbojo selayaknya menjadi semacam peringatan dini (early warning) bagi pemangku kepentingan agar menjadikannya sebagai bahan evaluasi. Namun, ada juga pertanyaan lain. Apakah kekerasan siswa itu merupakan ekspresi “realitas kedua” dari gambaran lingkungannya ataukah “terjemahan bebas” mereka terhadap kekerasan guru yang kerap menghebohkan dunia pendidikan? Entahlah. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.