Umat Islam baru saja meninggalkan bulan Ramadan 1433 Hijriyah. Beragam dinamika menyertai. Arus mudik yang membanjiri jalanan, pernak-pernik Ramadan yang menawarkan pesona, beragam kejahatan yang mencuat ke ruang publik, dan kini arus balik yang skala kerumitannya tidak berubah. Di Bima dan Dompu, pelajaran Ramadan berikut segala aktivitas penyertanya telah kita alami. Apapun kondisinya, Ramadan telah mengembleng umat Islam menuju identitas idealnya, meraih derajat taqwa.
Namun, ada yang perlu diingatkan saat Ramadan berlalu. Pengemblengan selama Ramadan masih akan ditagih pembuktiannya pada lintas waktu bulan selanjutnya. Nah, Syawal yang kini membaluti kita menanti pembuktian apakah gairah ibadah dan amal shalih selama Ramadan itu lahir dari niat suci ataukah hanya terbawa arus temporal mengikuti suasana sekitar. Syawal, yang berarti peningkatan itu, adalah momentum tepat untuk meneguhkan komitmen menggelorakan kebajikan seperti bara semangat saat Ramadan.
Dengan kata lain, Syawal akan membuktikan apakah Ramadan itu masih membekas ataukah berlalu seiring ‘kebebasan reguler’ yang kini dinikmati. Semoga saja kita termasuk kelompok yang menjadikan Ramadan sebagai media pemantapan nilai ketaqwaan, selanjutnya durasi waktu Syawal sebagai titik tolak pertama untuk menggairahkan ibadah menuju bulan berikutnya.
Ketaatan tidak memiliki musim tertentu, yang kemudian, jika berlalu musimnya, orang kembali melakukan maksiat. Bahkan, musim ketaatan berlanjut sepanjang hidup hamba, tidak mengenal selesai sehingga ia masuk liang lahat.
Puasa adalah bagian dari ibadah-ibadah tersebut yang mampu membersihkan hati dari kotoran-kotorannya dan menyembuhkan hati dari berbagai penyakitnya. Oleh karena itu, bulan Ramadhan adalah musim untuk menyucikan diri dan hari-harinya untuk membersihkan hati. Itulah faidah yang berharga yang akan dipetik oleh orang yang berpuasa, agar ketika selesai berpuasa, hadir dengan hati yang baru dan kondisi yang lain.
Dikatakan kepada Bisyr al-Haafi rahimahullah: "Suatu kaum beribadah dan bersungguh-sungguh pada bulan Ramadhan, lalu beliau berkata: “Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal hak Allah kecuali pada bulan Ramadhan. Sesungguhnya orang shalih itu beribadah dan bersungguh-sungguh sepanjang tahun”."
Saat Ramadan berlalu, semoga umat Islam memegang teguh komitmen beribadah dan tampil dengan performa baru yang menegaskan identitas ke-Islam-annya. Semoga. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.