Kota Bima, Bimakini.- Satu lagi saksi sejarah ganasnya pengeboman oleh pesawat tempur kolonialisme Belanda di Lingkungan Kodo II Kelurahan Kodo Kecamatan Rasanae Timur Kota Bima, sekitar tahun 40-an lalu, wafat.
Sosok H Hakim Yusuf yang lahir di Dodu sekitar tahun 1936, cukup akrab bagi warga setempat. Satu di antara saksi sejarah pengeboman pesat tempur Belanda yang meluluhlantakan wilayah Kodo II waktu itu. Hakim wafat di Kelurahan Dodu, Jumat (23/09/2016) lalu sekitar pukul 21.00 WITA. Jenazah dikemumikan di pekuburan Dodu, Sabtu (24/09) lalu.
Saksi sejarah lainnya, H Usman Karim, sudah wafat tahun lalu. Kini tinggal HM Ali Ibrahim yang masih hidup.
Saat kejadian yang mengerikan itu, mereka adalah tiga sekawan. Mereka menyaksikan bagaimana puluhan biji bom membunuh belasan warga Kodo II. Belum terhitung korban luka-luka parah dan ringan, puluhan ekor hewan ternak, seperti kerbau dan kuda mati mengenaskan. Bahkan, hingga meluluhlantahkan rumah warga.
Saksi sejarah pengeboman tentara Belanda, HM Ali Ibrahim, mengaku bersama dua teman akrabnya itu selalu unggul dalam kelas di Sekolah Rakyat (SR) di Kodo I dan kini berubah nama SDN 07 Kota Bima. Saat itu, gurunya mengajukan beberapa pertanyaan dan bagi murid yang bisa menjawab boleh pulang duluan. Sekitar pukul 09.00 WITA mereka pulang lebih awal dari teman lainnya.
Saat perasaan gembira berlarian sekitar pekuburan umum Kodo I dan baru saja memasuki areal sekitar SMPN 9 Kota Bima untuk jalan pulang ke Kelurahan Dodu, mereka mendengarkan raungan pesawat di udara. Beberapa bom dijatuhkan di perkampungan warga dan terbakar. Sebagian lagi jatuh tidak jauh ketiga bocah itu.
Setelah jatuh melubangi tanah, pecahan bom itu meratakan tanaman jagung di sekitar dan beberapa kerbau yang berkeliaran sekitar lokasi itu juga tewas terkena serpihan bom.
Tidak itu saja, katanya, satu biji bom dari udara terlihat berputar-putar. Tetapi Usman yang lebih tua saat itu langsung berdiri pada batu cadas yang banyak saat itu dan berdoa agar bom itu menjauh dari mereka bertiga.
Katanya, terbukti doa itu mujarab da bom itu jauh sekitar puluhan meter dari lokasi itu. Tetapi serpihan bom mengenai batu cadas dan nyaris saja beberapa bongkahan batu tersambar bom jatuh tidak jauh dari tempat mereka tiarap memeluk bumi agar terhindar dari serpihan bom.
“Saat kejadian itu hanya saya yang muntah-muntah karena bau bom yang menyengat hidung,” ujarnya di Dodu, Senin (26/09).
Melihat kondisi yang kurang aman itu, katanya, Usman mengajaknya bersama Hakim terus ke Dodu atau balik ke sekolah. Hanya Hakim yang ingin ke Dodu agar bisa mati bersama keluarga di sana, tetapi bersama Usman ingin kembali ke sekolah. Setelah jalan terpisah muncul lagi pesawat, sehingga Hakim kembali bergabung dan mereka menuju ke sekolah. Namun, sayang di rumah sekolah tidak ada lagi siswa dan guru.
Saat itu, kenangnya, rumah warga kosong dari penghuni. Tidak ada yang menutup pintu rumah, karena warga berendam di dam Kodo I agar selamat. Sebelum ke sungai mereka bertiga lebih dahulu mengambil nampan sebagai tameng jika saja ada serpihan bom yang berhamburan.
Saat berendam bersama warga, kembali serpihan bom melesat di permukaan air. Bersama dua temannya itu menahan menggunakan nampan, tetapi sayang warga Kodo yang berdiri di belakang mereka terkena serpihan bom. Perut warga itu sobek. “Waura nahu doho,” katanya menirukan ucapan warga terkena serpihan bom saat itu.
Dia mengaku saat itu pusing dan bersama dua temannya bersembunyi di kebun jati milik Jakaria. Di sana berjumpa dengan beberapa orang Hindustan (India-Red). Orang itulah yang memberikan obat kecil masing-masing satu biji dan kontan muntah-muntah dan pusing langsung sembuh.
Setelah itu, baru datang orang tua H Hakim, orang tua H Usman dan orang tuanya. “Kami menyahut teriakan itu dan kita bilang ada di sini. Saya langsung dicium dan dipeluk ayah. Kami langsung dibawa pulang ke kebun jauh dari lingkungan Dodu atau tinggal di Lewi,” katanya.
Mereka bertiga pulang ke rumah melewati gunung sekitar Kodo I dan di kawasan atau So Tolo Kodo terlihat puluhan ekor kerbau dan kuda tewas di sawah. Beberapa lubang bom terlihat menganga dengan tumpukan tanah, sedangkan sebagian tanaman jagung yang belum panen juga terlihat berserakan.
Mengapa pengeboman terjadi di Kodo II? Warga Kodo II, La Ila, mengaku, usianya saat itu sekitar 17 tahun dan merasakan penderitaan yang dialami warga Kodo. Di Kodo saat itu memang ada tentara Nippon dan sekutunya. Di sana juga sering didatangi Komisariat Polisi dari Pulau Jawa yang pro-Nippon.
Apalagi, di So Tolo Woro tidak jauh dari perkampungan warga Kodo II ada beberapa tentara Nippon tinggal di sana. Tidak itu saja, sekitar areal itu tersedia bahan bakar pesawat dan lainnya. Maka tidak heran beberapa orang India berkumpul di sekitar pegunungan Kodo.
“Mungkin karena itu yang menyebabkan tentara Belanda marah dan meratakan perkampungan warga dengan bom yang dilesakkan empat kapal tempur,” ujar La Ila saat ditemui di Kodo, Senin.
Dia mengaku, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 08.00 hingga pukul 10.00 WITA. Keluarganya yang menjadi korban, seperti Imo, Lahani, Ama Sepi, Ina Muu, dan lain-lain. “Jumlah korban saat itu sekitar belasan orang. Saya tidak ingat kejadian itu sekitar tahun berapa,” katanya.
Hakim meninggalkan seorang istri dan sepuluh anak, 23 cucu dan empat cicit. (H. Natsir)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.