Kota Bima, Bimakini.- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bima, Alfian Indrawirawan, menuding Pemerintah Kota (Pemkot) Bima melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah melanggar penggunaan anggaran bantuan dari BNPB senilai Rp12 miliar tahun 2017. Tudingan itu setelah pertemuan dengar pendapat antara DPRD Kota Bima dan Pemkot Bima. Saat itu eksekutif diwakili pejabat BPBD, Bagian Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, LPSE, dan Bagian AP.
Diakui Sekretaris Komisi III itu, saat rapat anggota DPRD Kota Bima memertanyakan langkah Pemkot Bima yang berani memroses tender lima paket proyek Dam yang bersumber dari bantuan hibah BNPB tahun 2017 senilai Rp12 miliar.
“Kita tanyakan karena sudah menyalahi aturan, harusnya dana itu sebelum ditenderkan masuk dulu dalam pembahasan APBD Perubahan tahun 2017 dan sepengetahuan pimpinan DPRD, ini tidak pernah dilakukan,” tegas Alvian Indrawirawan via telepon, Selasa (01/08).
Dikatakannya, anggaran Rp12 miliar diajukan tahun 2016 itu disetujui tahun 2017, Pemkot Bima tanpa memberitahukan DPRD langsung menggelar tender oleh
LPSE. Dari anggaran itu dipecah menjadi lima paket item pekerjaan, tiga di antaranya sudah ada pemenang tender dan satu masih dalam proses sanggahan.
Katanya, LPSE melakukan tender berdasarkan permohonan BPBD Kota Bima tanggal 19 Juni dan pemenang tender diumumkan tanggal 7 Juli 2017.
Di antaranya sudah ada pemenang tendernya adalah Dam Kadi Mboda di Kelurahan Kodo dengan anggaran Rp2,2 miliar dikerjakan CV Mercu Buana. Dam Bangga Bolu Kelurahan Dodu senilai Rp678 juta oleh CV Linsa Jaya. Dam Toloweri senilai Rp1,5 miliar ole CV Arta Permai dan satu paket Dam Kapao Kelurahan Nungga
senilai Rp5,6 miliar PT Putra Lintas Raya, masih dalam proses sanggahan.
Diakuinya, sat pertemuan ketika ditanyakan pihak LPSE mengaku tender dilakukan berdasarkan surat dari BPBD. Alasan yang disampaikan Kepala Bagian Keuangan, Zainudin, disampaikan bahwa sudah sesuai aturan dan tidak ada yang dilanggar, tidak perlu masuk dalam APBD Perubahan.
Kata duta Partai Golkar itu, sama saja eksekutif melangkahi aturan main, seenaknya menggunakan anggaran tanpa sepengetahuan legislatif. “Ingat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelengara pemerintahan itu eksekutif dan legislatif, kalau eksekutif jalankan kebijakan anggaran seenaknya tanpa persetujuan DPRD namanya korupsi,” tegasnya.
Selain itu, melanggar PMK Nomor 162 Tahun 2015 bahwa setiap anggaran hibah wajib dilaporkan ke pimpinan DPRD dan masuk dalam pembahasan APBD Perubahan.
Diisyaratkannya, Dewan segera bersikap apakah akan mengajukannya ke penegak hukum atau mengambil putusan politik terhadap ulah Pemkot Bima terhadap penggunaan anggaran negara ini, karena jelas melanggar aturan.
Apa yang sebenarnya terjadi? Kepala BPBD Kota Bima, Ir H Syarafuddin, MM, yang dikonfirmasi via telepon mengaku yang melaporkan ke DPRD soal rencana
penggunaan anggaran Rp12 miliar itu bukan BPBD, yaitu TAPD. BPBD hanya menjemput anggaran, selanjutnya secara administrasi di Bagian Keuangan.
Mengenai penggunaan anggaran sebelum dilaporkan ke DPRD dan dibahas dalam APBD Perubahan, menurut Syarafudin, hal itu sudah disampaikan oleh BNPB sebelumnya dapat segera dikerjaan setelah anggaran ditransfer oleh BNPB.
“Kalau mengenai kenapa BPBD tidak berkomunikasi dengan DPRD soal penggunaan uang, itu bukan ranah BPBD, karena komunikasi ada TAPD, kita
hanya jemput anggaran lalu gunakan,” terang mantan Kepala DKP itu. (BK32)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.