Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Obat dari Hoax adalah Buku, Tapi…

Oleh: Rahmad Zuhair

Rahmat Zuhair

“Minat baca Indonesia menempati urutan 60 dari 61 negara” sebuah tagline berita nasional yang menyesakkan hati. Ditambah lagi urutan ke 61 nya adalah Botswana yang diman Botswana termasuk negara yang mempunyai PDB per Kapita sebesar 7.595,60 USD (2017) lebih tinggi daripada Indonesia yaitu sebesar 3.846,86 USD (2017) (Sumber: Bank Dunia). Dilihat dari data Indeks Pembangunan Manusia untuk tahun 2015 Botswana (peringkat 106) lebih tinggi daripada Indonesia (113). Lalu Indonesia Unggulnya dimana? Peringkat Minat Baca yang Cuma selisih satu? Belum dapat kita banggakan. Tragedi nol buku menyerang bangsa Indonesia sehingga menjadi seperti bangsa yang penuh kontroversi dan sampai sampai ada yang meramal Indonesia akan bubar ditahun 2030. Terlepas dari benar atau tidaknya landasan ramalan tersebut maka sebagai anak bangsa kita harus belajar lebih dalam lagi terkait Indonesia, belajar menelisik sejarah lebih jauh lagi dengan menyelami buku buku yang tersedia di rak rak perpustakaan nasional.

Membaca saat sekarang merupakan pekerjaan yang sangat membosankan bagi sebagian besar orang, maka dari itu tugas pemerintah Indonesia dan eluruh pejuang literasi adalah dengan mengkampanyekan manfaat membaca buku dan juga menjadikan baca buku itu sebagai kebiasaan baik yang berdampak positif bagi pembacanya. Pemerintah ataupun pihak terkait dapat membuat komunitas membaca buku dengan memasukkan perspektif keuangan dan perspeksif kesukarelaan/sosial. Contohnya : Dengan membaca buku di Perpustakaan A, pembaca secara tidak langsung telah berdonasi atau telah berinvestasi sebesar x rupiah.

Indonesia dapat menjadi negara maju dan melewati capaian Botswana yang sudah unggul di dua aspek yaitu PDB per Kapita dan Indeks Pembangunan Manusia, dengan cara mengadopsi kebudayaan membaca buku negara negara maju seperti Finlandia (Peringkat 1 Minat baca tertinggi versi CCSU) dan juga Jepang yang mewajibkan siswa di semua jenjang sekolah untuk membaca buku setiap 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Revolusi mental yang dicanangkan pemerintah sekarang harus dilanjutkan dan digaungkan kembali karena ini merupakan ide yang sangat bagus untuk Indonesia kedepannya, seperti dalam buku (“Seikatsu Kaizen”- Susy ONG) menceritakan bagaimana bangsa jepang yang dulunya tidak mempunyai adab, tidak disiplin, gaya hidup tidak sehat dan kurang membaca menjadi bangsa yang disiplin dan mempunya kualitas yang tinggi disbanding negara negara di Asia lainnya. Indonesia jika ingin menjadi bangsa seperti Jepang maka harus di gerakkan kembali revolusi mental yang sebelunya di gaungkan oleh pemerintahan Pak Joko Widodo. Dimulai dengan membaca buku, karena kalua kita bercermin pada negara negara maju buku yang mereka baca dalam setahun diantaranya Eropa (25 buku ), Jepang dan Singapura  (15- 17 Buku) dan Indonesia (0 buku), dari 1000 orang hanya 1 anak Indonesia yang membaca buku. Sehingga Taufik Ismail (Sastrawan Indonesia) menyebut peristiwa ini adalah “Tragedi 0 buku”.

Setiap dari kita sangat mengharapkan Indonesia menjadi negara yang maju dan cerdas, Pak Jokowi pun bangga dengan banyaknya pejuang literasi di Indonesia maka sudah menjadi tugas kita sebagai warga negara untuk mencoba mengambil langkah untuk mencerdaskan Indonesia. ketika budaya membaca sudah mandarah daging dalam tubuh bangsa ini maka akan lahir generasi yang disiplin, tidak mudah mencaci dan generasi ilmiah bukan generasi yang perundung, mudah mencaci dan mudah menyebarkan hoax.  Peranan semua elemen sangat diperlukan salah satunya peranan guru di sekolah sekolah.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Adapun peranan guru dalam meningkatkan minat baca siswa (Miyan, 2016) adalah sebagai berikut:

1. Dinamisator, guru mengatur dan mengelola semua kegiatan membaca anak dengan mendinamiskan seluruh sumber bacaan.

2. Evaluator, guru memberikan respons terhadap seluruh kegiatan membaca anak dan menilai hasil bacaan anak dengan memberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil pemahaman terhadap yang dibacanya.

3. Konselor, guru memberikan petunjuk-petunjuk untuk menciptakan susana psikologis yang kondusif demi terwujudnya jiwa, semangat, dan motivasi dalam membaca yang optimal.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

4. Motivator, guru menjadi seseorang yang selalu mendorong dan memotivasi anak untuk mewujudkan minat baca yang tinggi.

5. Supervisor, guru mengawasi proses membaca anak, baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh agar anak merasa selaluada yang mengawasinya.

Semoga Indonesia menjadi negara yang bermartabat dan punya generasi yang punya literasi tinggi dengan gerakan #BudayakanMembaca. (*)

Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Ekonomi IPB 2017 asal Bima.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pendidikan

Bima, Bimakini.-  Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Serta Direktorat Pendidikan Masyarakat dan...

Opini & Sudut Pandang

Oleh: Sofiyan Asy’ari BEBERAPA waktu lalu, saya bertanya pada sejumlah mahasiswa. Pertanyaannya sederhana. Berapa kali berkunjung di perpustakaan, baik kampus maupun milik daerah. Dari...