Bima, Bimakini.- Masyarakat Kecamatan Woha Kabupaten Bima mendambakan para legislator muncul dan terlibat langsung mengendalikan suasana bentrok melibatkan warga Desa Dadibou dan Desa Risa yang kini masih “awet”. Namun, dalam pantauan warga, legislator tidak terlihat selama bentrok antarkampung. Fakta itu disorot Iwan Setiawan, warga Kecamatan Woha, Jumat (24/02/2017).
Katanya, bentrok antarkelompok warga di Kecamatan Woha kerap terjadi, dalam kurun waktu satu tahun bisa hingga lima kali kejadian. Melibatkan desa yang berbeda, didasari pokok persoalan mulai dari hal terkecil hingga yang besar. “Ini semua akan terus terjadi di Kecamatan Woha, sebab para tokoh setiap desa sudah hampir punah, terutama tokoh yang dianggap penting,” terangnya di Woha.
Katanya, karena masyarakat tidak bisa lagi ditenangkan oleh tokoh desa setempat, lalu dimanakah tokoh penting yang diharapkan masyarakat dan diantar menduduki kursi anggota DPRD Kabupaten Bima itu.
“Berdasarkan penglihatan dan pengakuan masyarakat yang kerap bentrok, sepanjang perkelahian antarkampung di Kecamatan Woha, tidak ada satu pun anggota Dewan tertutama Dapil V yang terjun ke lokasi,” duganya.
Padahal, Kedatangan legislator saat bentrok antarkampung dinantikan masyarakat hanya untuk mendengarkan aspirasi dari mulut warga. “Memang benar dikatakan orang, setelah jabatan didapatkan, pahit-manis
tidak lagi mereka hiraukan. Masyarakat mau mati, itu urusan warga. Buktinya saat warga saling serang, wajah anggota DPRD di Desa Risa sendiri kemana,” tanyanya.
Anggota DPRD Kabupaten Bima, H Syamsudin, SSos, SH, menyebut persoalan bentrok antarkampung bukan urusan anggota legislatif. Bupati, Wakil Bupati, dan pihak keamanan memiliki kewenangan menangani perseteruan masyarakat saat dan pascabentrok.
“Bukan kewenangan anggota DPRD untuk turun langsung ke masyarakat ketika terjadi bentrok. Namun, anggota DPRD sebagai pelengkap pemerintah dan Kepolisian saja. Kalau turun langsung nanti akan dicaci-maki masyarakat,” ujarnya di kediamannya, Jumat (24/02/2017).
Katanya, keterlibatan itu pun kalau diajak oleh Pemerintah Daerah dan Kepolisian agar hadir di tengah masyarakat. Selama ini, mantan anggota Kopasus ini mengakui belum pernah diajak oleh siapapun, terjun sendiri sebagai tokoh di tengah masyarakat yang konflik belum pernah.
“Kalau secara kekeluargaan bisa saja dilakukan anggota Dewan, kalau secara institusi masih ada pihak lain yang memiliki kewajiban soal itu,” tegasnya.
Mengenai aspirasi seperti kerugian material sepeda motor atau tanaman pertanian rusak akibat bentrok, apabila ingin
disampaikan masyarakat untuk dikomunikasikan oleh legislator, kata Syamsudin, aspirasi yang mana dulu harus disampaikan. Kalau soal kerugian akibat bentrok seperti itu, bukan aspirasi namanya, tetapi masuk ranah hukum.
“Tidak ada untungnya berkelahi, lebih baik fokus bekerja pada bidang masing-masing untuk meningkatkan perekonomian.Warga Dadibou dan Risa juga masih satu rumpun. Jangan ada lagi perbedaan, apalagi perkelahian seperti ini,” harapnya. (BK34)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.