Bima, Bimakini.- Kasus kenakalan pelajar muncul di SMAN 1 Woha pekan lalu. Sejumlah siswa berkelahi dan ditemukan senjata tajam (Sajam) saat dirazia. Sekretaris Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Bima, Drs Chairunnas, MPd, Rabu (09/08/2017), punya penilaian sendiri soal fenomena itu.
Menurutnya, semua itu karena belum ditegakkan tri pilar pengembangan warga pendidikan oleh pihak sekolah sesuai rekomendasi PGRI.
Seperti apa tri pilar pengembangan warga pendidikan itu? Kata Chairunnas, Tri pilar pengembangan itu adalah keteladanan, pembiasaan, reeward dan punishment.
Katanya, merujuk hasil rapat koordinasi pimpinan II PGRI, merekomendaisikan bahwa guru adalah aktor yang membangun tugas-tugas profetik (kenabian) yang tidak bisa menjalankan tugas profesi, tetapi juga menyiapkan generasi muda untuk mencapai cita-cita bangsa melalui menggali, menyampaikan, mengajak peserta didik pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan dengan memulai penguatan karakter.
Dijelaskannya, memerhatikan berbagai pendapat yang berkembang dan realitas dalam dunia pendidikan dewasa ini, maka Rakorpimnas II yang berlangsung 21 sampai 23 Juli merekomendasikan berbagai hal. Yakni pendidikan karakter sebagai skala prioritas dalam mewujudkan prioritas dan pemerataan kualitas pendidikan. PGRI berkomitmen meningkatkan kompetensi pendidikan dan tenaga kependidikan sesuai tuntutan profesi sebagaimana dikehendaki oleh UU 14/2015 tentang Guru dan Dosen.
Rekomendasi lainnya, pemerintah harus serius meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan melalui program efektif, efisien, dan signifikan.
Pemerintah melalui Kementerian terkait dan dalam merumuskan menetapkan kebijakan pendidikan berdasarkan pada hasil kajian mendalam dengan melibatkan PGRI.
Selain itu, PGRI menolak gagasan pembentukan AGMP sebagai organisasi profesi dan merekomendasikan pemerintah memberdayakan Asosiasi Profesi dan Kealian Sejenis (APKS) dibawah naungan PGRI.
Merevisi pasal pada UU 19/2017 yang bertentangan dengan UU 14/2015 tentang UU Guru dan Dosen. Pemerintah membuat grand design pemenuhan kebutuhan guru skala nasional untuk mencegah terjadinya akumulasi permasalahan kekurangan guru.
Mendesak pemerintah agar menyelesaikan persoalan guru non- PNS pada sekolah negeri dan swasta, diselesaikan secara tuntas adil dan manusiawi.
Uji kompetensi guru (UKG) hanya ditujukan untuk pemetaan dan tidak dijadikan dasar untuk mendapat tunjangan profesi guru (TPG) maupun sebagai syarat untuk mengikuti PPG yang dibiayai oleh negara.
“Rekomendasi yang sudah disebarkan pada Pengawas dan sekolah itu merupakan hasil rumusan berbagai tim penyusun,” jelasnya.
Merujuk pada rekomendasi tersebut, menurut dia, pengembangan pendidikan karakter di sekolah adalah suatu keniscayaan. Perilaku kontra karakter yang terjadi di manapun karena belum ditegakkannya tri pilar pengembangan.
Dikatakannya, peningkatan karakter siswa dalam lingkungan sekolah maupun di luar, bergantung peranan semua pihak. Terutama pembinaan dalam internal keluarga yang menjadi dasar bagimana siswa bisa memiliki karakter baik.
“Peningkatan karakter siswa harus melalui tiga pilar pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat,” ujarnya.
Kata Chaerunnas, keluarga memegang peranan sangat luas dan penyangga utama dalam pengembangan karakter anak. Berawal dari keluarga-lah anak mengembangkan diri ke lingkup kehidupan yang lebih luas. “Hitam- putihnya anak sungguh bergantung orang tua,” terangnya.
Diibaratkannya, buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Air dari cucuran pasti jatuh ke pelimbahan juga. Maka penanaman pendidikan karakter harus dimulai sejak dini.
Usia 3 sampai 5 tahun setelah lahir adalah Golden Age untuk membina karakter anak. Sebanyak 85 persen karakter anak akan berkembang pada usia itu.
“Ingat kecil teranjak-anjak, besar terbawa-bawa dan sudah tua berubah tidak. Guru hanya mengembangkan 15 persen kompetensi dan kreativitas anak,” terangnya. (BK34)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.