Bima, Bimakini.com.- Nilai tauhid harus diimpelementasikan secara utuh dalam kehidupan. Jika cacat, maka bisa dipastikan keimanan seorang Muslim juga cacat dan tidak bisa diterima Allah SWT. Hal tersebut disampaikan Ustad Syauki, khatib shalat Jumat Masjid An-Nuur Desa Bajo Selatan Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima.
Syauki menjelaskan, salahsatu contoh bentuk kecacatan iman seseorang adalah lebih mengutamakan pekerjaan, keluarga (anak-istri), harta dan kedudukan. “Maka tidak heran sekarang ini banyak orang yang mengutamakan pekerjaan dan kedudukan contohnya saat masuk waktu shalat. Allah dinomorduakan, karena tuntutan pekerjaan atau kedudukan, pekerjaan lebih diutamakan dari pada jamuan dan panggilan Allah untuk shalat,” katanya.
Menurut Syauki, ke-Islam-an dan keimanan seseorang hanya akan diterima jika tauhidnya juga sempurna atau secara utuh. Hal itu yang perlu direnungkan oleh umat Islam. Selain itu, dalam mewujudkan itu, harus dibarengi keikhlasan menaati seluruh ketentuan atau syariat yang ditetapkan Allah. “Kita hidup di dunia ini hanya sementara, pada saat dalam kandungan ketika ditanya Allah siapa Tuhanmu, manusia menjawab engkau ya Allah, namun berbeda ketika di dunia, karena tuntutan pekerjaan banyak orang yang melalaikan waktu sholat, bahkan ada yang mengerjakan sholat Ashar jam setengah enam karena alasan pekerjaan,” katanya.
Dikatakannya, jika tauhid belum sempurna atau salah, maka seluruh amalan dan kebaikan lain pun tidak akan diterima Allah SWT. Pada saat ini, banyak umat Islam yang tidak menyadari terjebak perilaku yang merusak tauhid, misalnya mendatangi dukun atau ahli nuzum karena kehilangan ternak.
“Kunci utama Islam itu adalah tauhid, karena jika tauhid cacat, maka amalan lain pun belum diterima, kalau kita kehilangan ternak atau harta benda jangan datangi dukun, karena itu sirik, tapi ucapkanlah Innalillah karena semua itu datang dari Allah, termasuk harta,” katanya.
Pada bagian lain, mantan Ketua Pengurus Masjid Al-Mujahiddin UNRAM, Fachriman, berharap seluruh umat Islam merenungkan makna bulan Ramadan. Bulan suci tahun ini harus dijadikan tolok-ukur untuk membenahi akhlak dan nilai ketahuidan serta membentuk karakter positif. Salahsatu hal yang mesti direnungkan, Islam sudah memertegas dan mengharamkan riba jadi segala transaksi keuangan yang berbau haram harus dihindari.
“Bagi hasil adalah lebih baik dari pada memakan riba dan kami yakin semua orang sudah mengerti tentang perkara riba, bagaimana hukumnya. Salahsatu upaya mengukuhkan iman kita harus meninggalkan hal itu, karena riba salahsatu perusak tauhid kita,” ujar mantan aktivis BEM UNRAM dan Dompet Peduli Dhuafa ini. (BE.17)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.