Bima, Bimakini.com.- Masyarakat Madani Institut (MMI) bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima, menggelar workshop bagi guru agama tingkat sekolah pertama dan atas. Kegiatan dengan tema “Penyusunan Materi dan Kurikulum Anti Radikalisme;Membumikan Islam Rahmatan Lil’alamin di Bima” berlangsung di Aula SMKN 3 Kota Bima, Senin (29/7).
Ketua Panitia, Amiruddin, SPd, mengatakan kegiatan sebagai pencerahan bagi guru agama atas ideologi pemikiran-pemikiran provokatif dan radikal, sehingga berpengaruh pada proses pembinaan anak didik. Agar tidak mudah terpengaruh dengan doktrin, terprovokasi dan berlaku anarkhis.
Untuk itu, kata Amiruddin, perlu adanya konsep, rumusan strategi, pemetaan potensi radikal, dan metode penanganannya oleh tokoh pendidik terutama guru agama, sehingga tumbuh ruang pendidikan yang jauh dari proses doktrin radikalisme. Untuk itu MMI bekerjasama dengan Dinas Dikpora Kabupaten Bima, menggelar workshop kurikulum mengenai radikalisme.
“Diharapkan dengan adanya rumusan kurikulum ini, akan kesadaran diri yang obyektif dan partisipasi aktif masyarakat secara obyektif dan persuasif dalam menyikapi berbagai provokasi dan gerakan radikalisme,” ujarnya di Sekretariat MMI, Minggu (28/7) .
Selain itu, kata dia, terbangunnya komitemen yang kuat dan konstruktif antara masyarakat sebagai wali murid dengan tokoh pendidikan terutama guru agama untuk sama-sama menolak dan mencegah berbagai provokasi dan gerakan radikalisme di tengah-tengah masyarakat Bima. Kegiatan ini akan menghadirkan narasumber, Drs Taifiqurrahman, MPd, Dr Amran dan Syach Fathurrahman, SAg, MH.
Sementara itu, Direktur MMI, M Tahir Irhas, MPd, mengatakan di era reformasi membuka ruang dan kebebasan yang sangat besar bagi tampilnya gerakan-gerakan sosial yang radikal. Spiritradikalisme sebagai sikap jiwa yang membawa kepada tindakan-tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan politik mapan dan menggantikan dengan sistem baru.
“Sehingga salah satu bentuk provokasi dan radikalisme menjelma dalam berbagai kerusuhan dan sikap anarkisme yang banyak mengatasnamakan agama dan melibatkan para remaja dan pelajar, menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi kehidupan yang damai, dan selalu memanfaatkan isu-isu sensitif yang mudah membakar prilaku anarkis dan radikal masyarakat,” ujarnya.
Untuk itu, kata Tahir, lembaga pendidikan berperan penting dalam mereduksi masuknya paham-paham radikal yang mengarah pada tindakan destruktif. Penanaman nilai-nilai agama perlu ditumbuhkan, agar menjadi individu yang mempu menebarkan ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin.
Kegiatan ini, kata dia, sebagai bagian dari upaya membangun kesadaran akan bahaya gerakan radikalisme. Karena dapat menciptakan disharmoni dan perpecahan, dengan adanya prilaku saling mencurigai, saling hasut, saling serang, serta prilaku tidak taat hukum.
“Atas dasar fakta yang semakin terbuka ini, diskursus tentang “provokasi dan gerakan radikalisme di Bima” harus menjadi perhatian semua pihak, baik itu,aparat penegak hukum, pemerintah, dan yang paling penting adalah para tenaga pendidik seperti guru agama yang ada pada setiap jenjang pendidikan formal harus memiliki perhatian yang intensif atas persoalan ini,” ujarnya.
Untuk mencegah terjadi radikalisme tersebut, kata dia, perlu adanya sebuah upaya penyempurnaan kurikulum dan desain pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran agama dan kewarganegaraan yang lebih implementatif terhadap realita sosial yang ada. Kurikulum pendidikan dan desain proses pembelajaran sekolah yang tidak implementatif dan berjarak dengan realita sosial menjadi salah satu akar munculnya gerakan radikalisme agama di sekolah.
“Atas Dasar inilah, maka MMI Bima berinisiatif dan memandang perlu untuk dilaksanakan program workshop guru agama di Bima, sebagai upaya untuk membangun persepsi dan gerakan bersama untuk meredusir berbagai provokasi dan gerakan radikal yang dapat menghancurkan sendi-sendi perdamaian dan kemaslahatan masyarakat Nusa Tenggara Barat,” katanya (BE.16)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
