
Rakor Kerukunan Beragama Bakesbangpoldagri NTB di aula Hotel La Ila, Rabu (22/4/2015).
Bima, Bimakini.com.- Badan Kesatuan Bangsa, Politik Dalam Negeri (Kesbangpoldagri) NTBbekerjasama dengan Bakesbangpolinmas Kabupaten Bima menggelar Rapar Koordinasi (Rakor) dan Silaturrahmi bersama Tokoh Agama (Toga), Tokoh Masyarakat (Toma), Tokoh Adat (Todat), Tokoh Pemuda, serta FKUB se- Bima. Kegiatan yang dilaksanakan di aula Hotel Lila Graha tersebut dilaksanakan selama dua hari, Rabu – Kamis (22-24/4/2015).
Panitia Pelaksana, Sahlan, SH, mengatakan kegiatan ini untuk meningkatkan silaturrahmi antarelemen masyarakat di Kabupaten Bima. Tujuannya menciptakan harmonisasi dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. “Kegiatan ini diikuti oleh 60 peserta, mewakili tiap elemen,” ujarnya.
Kepala Kesbangpoldagri NTB yang diwakili oleh Muhammad Saelan mengungkapkan kekecewaannya karena NTB dan Bima khususnya di cap sebagai ‘sarang teroris’ atau daerah merah nasional. Namun diyakininya para pelaku yang disebut teroris oleh aparat, hanya oknum saja tidak mencerminkan keseluruhan sikap masyarakat. “Sudah banyak pelaku yang ditembak dan ditangkap,” ujar Kaban Kesbangpoldagri NTB ini.
Selain masalah terorisme, NTB kata dia, juga dicap sebagai daerah yang tingkat konfliknya tinggi. Disatu sisi NTB berupaya maju, aman dan tertib. “NTB juga menjadi salah satu daerah destinasi budaya. Lantas bagaimana kehidupan beragama dan kehidupan bermasyarakat kita?” ujarnya.
Untuk itu, diharapkannya tokoh agama, masyarakat, adat dapat memberikan pencerahan pada paham yang mengarah pada kehidupan intoleran. “Ada yang pemahaman agama dan nasionalismenya masih labil,” katanya.
Adanya penganut paham yang mengarah ke intoleran itu dapat dipengaruhi oleh terbukanya arus informasi dan kurang berperannya tokoh di tengah masyarakat. Diharapkan Bima dapat mewujudkan kehidupan yang toleran, sehingga masyarakat hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan.
Sementara itu, Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Bima, Drs Zubair HAR, MSi, mengatakan sejauh ini di Bima belum ada kekerasan yang mengarah ke agama. Namun yang terjadi adalah konflik intern umat beragama, terutama umat Islam.
Konflik yang nyaris terjadi antara warga Kalampa dan Dadibou, dipicu kematian pelajar kelas III SMP oleh pelajar kelas III SMA. Hasil penelusuran, diduga mereka memiliki kelompok masing-masing dan sebelumnya menegak miras dan obat yang memengaruhi mereka. “Mengherankan mengapa obat dan miras itu dapat beredar bebas,” sesalnya.
Diharapkannya, pertemuan tersebut dapat menjadi ajang tukar pikiran dalam mengatasi masalah yang ada. Baik terkait terorisme maupun konflik di tengah masyarakat. “Ini menjadi “PR” kita, bahwa Bima tidak demikian,” pungkasnya. (pian)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
