Kota Bima, Bimakini.- Walau sempat ditolak oleh KLomisi III, Fraksi Gerindra, dan Fraksi Golkar, plus aksi demo mahasiswa STISIP Mbojo Bima, akhirnya alokasi pembangunan Masjid Terapung di kawasan Ama Hami disetujui legislatif. Persetujuan itu melalui rapat paripurna DPRD Kota Bima, Rabu.
Anggota DPRD Kota Bima, Dedy Mawardi, mengaku awalnya memang tidak menyetujui pengalokasian anggaran dalam APBD tahun 2017 untuk pembangunan Masjid Terapung, tetapi setelah mendengarkan pemaparan PLT Sekda saat pembahasan Banggar akhirnya menyetujuinya. Namun, ada rasionalisasi anggaran disetujui dalam pembahasan Banggar, hanya Rp12 miliar dari Rp20 miliar yang diajukan.
Diakuinya, walaupun memang menyalahi aturan dalam pos anggaran yaitu dalam pos belanja modal, tetapi alasan pemerintah itu tidak ada masalah karena termasuk dalam pembangunan kawasan strategis Kota Bima koridor Niu-Lawata-Ama Hami. Selain itu, Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPDA) sudah di-Perda-kan berdasarkan kerjasama disain dengan Universitas Kristen Petra Surabaya.
Menurutnya, hal itu tidak ada masalah, apalagi pembangunan Masjid Terapung sebagai ikon Kota Bima. Walaupun memang ada Masjid Agung Al-Muwahidin yang belum rampung, tetapi tetap diberikan bantuan dana hibah untuk kelanjutan pembangunannya.
Dihubungi terpisah, PLT Sekda Kota Bima, Drs Muhtar, MH, dikonfirmasi via telepon seluler enggan menjawab apa alasan hingga kelanjutan program pembangunan Masjid Terapung yang sempat ditolak, akhirnya disetujui oleh wakil rakyat.
“Silakan tanyakan ke Pak Dedi Mawardi, anggota DPRD Kota Bima, saya sudah memberikan alasan tertulis padanya. Silakan minta padanya, semuanya lengkap,” ujarnya.
Muhtar tetap menolak menjelaskan alasan eksekutif tetap ngotot menganggarkan dana untuk Masjid Terapung. Disilakan melalui anggota DPRD saja.
Demikian juga mengenai pengalokasian anggaran untuk pembangunan masjid dalam pos belanja modal. Padahal, itu melanggar aturan. Setiap belanja modal seharusnya menjadi aset daerah, sedangkan masjid tidak masuk dalam catatan aset.
Begitupun nomenkltur dalam pos anggaran dipaksakan masuk dalam belanja untuk Rumah Adat yang berbeda dengan uraiannya menjadi belanja pembangunan masjid. “Saya belum mau komentar nanti saja setelah semuanya dibahas bersama Dewan,” katanya.
Seperti dilansir Bimakini Edisi sebelumnya, rencana pembangunan Masjid Terapung dikritisi Ketua Komisi III DPRD Kota Bima, Alfian Indrawirawan. Dia menilai pengalokasian anggaran dalam belanja modal untuk pembangunan Masjid Terapung melanggar aturan pengganggaran dan rentan akan digugat.
Apalagi, katanya, dalam belanja disebutkan membangun Rumah Adat, sedangkan fisiknya Masjid Terapung. Alasan lainnya Masjid Agung Al-Muwahidin Bima sekarang terbengkalai dan seharusnya diutamakan penganggarannya. (BK32)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.