Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Undang-Undang Perlindungan Guru Tumpul Ke Bawah

Oleh: Eka Ilham, M.Si

Sekolah belum memberi rasa aman bagi guru, baru saja kita memperingati Hari Guru Nasional (HGN) Tahun 2021 dengan gegap gempita dengan sebuah harapan guru dapat memberikan pendidikan terbaik bagi anak didiknya. Namun hari ini kita di tampilkan sebuah peristiwa yang menampar dunia pendidikan kita, Syafruddin guru SMAN 1 HU’U Kabupaten Dompu -NTB di keroyok oleh beberapa siswa dengan keluarganya di luar sekolah. Kejadian ini tentunya menggugah sisi kemanusiaan kita terhadap sesama profesi. Akankah peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap ‘Guru’ pahlawan tanpa tanda jasa kerap terjadi di dunia pendidikan kita ini.Terdapat sejumlah catatan mengenai kekerasan terhadap guru.Hal ini menunjukkan bahwa sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman bagi guru, justru tidak bisa dijadikan sebagai tempat berlindung.

Upaya maupun kebijakan pemerintah dalam bentuk regulasi, sepertinya tidak mampu memberikan perlindungan bagi guru. Keberadaan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tidak lebih hanya upaya pemerintah mencari selamat dari kewajiban untuk memberikan perlindungan bagi guru.

Jika dikaji aturan yang ada dalam Permendikbud tersebut tidak lebih hanya mengatur kewenangan Kemendikbudristek. Sementara stakcholder lainnya seperti pemerintah daerah, masyarakat, orang tua, siswa dan sekolah tidak diatur secara langsung dalam Permendikbud tersebut.

Adanya Permendikbud Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindakan Kekerasan di Sekolah, orientasinya untuk melindungi siswa, seharusnya juga dapat menjadi perisai dalam upaya perlindungan guru. “Sayangnya implementasi Permendikbud ini masih nol, hanya sebatas aturan yang tertulis namun fakta lapangan tidak memberikan rasa keadilan bagi guru.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Banyak kisah Guru yang sangat memprihatinkan, mulai dari Guru dianiaya siswanya, guru dimaki karena siswa terlambat atau guru dianiaya orang tua dan keluarga siswanya. Seperti kejadian yang dialami pak Syafruddin di SMAN 1 HU’U Kabupaten Dompu-NTB

Upaya hukum yang dilakukan oleh guru tersebut paling tidak akan memberikan rasa keadilan dan efek jera bagi oknum-oknum pelaku tindak Kekerasan.

Namun, selama ini tindak kekerasan terhadap guru dari tahun ke tahun selalu berujung pada upaya mediasi perdamaian kedua belah pihak. Upaya mediasi tersebut oleh pihak sekolah, guru, keluarga dari kedua belah pihak, bahkan penegak hukum itu sendiri menghasilkan sebuah mediasi perdamaian. Akhirnya guru selalu menjadi korban sekaligus pihak penerima dari ketidakadilan tersebut. Akibat proses perlindungan guru yang tidak maksimal, tindak kekerasan terhadap guru terulang kembali.

“Kasus penganiayaan guru di dunia pendidikan bahkan berujung pada kematian membuat kita sangat prihatin betapa payung hukum perlindungan guru sangat lemah”.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Berdasarkan data empiris, perlindungan hukum terhadap guru masih lemah. Ketika guru terkena masalah hukum, khususnya yang berkaitan dengan tugasnya sebagai guru, seolah harus berjuang sendiri. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 7 ayat (1) huruf h, mengamanatkan bahwa guru harus memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Setneg RI, 2005). Selanjutnya, pada pasal 39 dalam Undang-Undang tersebut, secara rinci dinyatakan: Pertama, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas. Kedua Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Ketiga, Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Keempat, Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Kelima, Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain. Ditambah lagi dengan payung hukum Permendikbud Nomor 10 tahun 2017 tentang perlindungan bagi pendidik dan tenaga kependidikan tidak memberikan perlindungan dan rasa keadilan bagi para guru. Beberapa kasus di daerah memberikan kita sebuah fakta bahwa payung hukum perlindungan bagi guru lebih sakti dari undang-undang nomor 35 tahun tahun 2014 tentang perlindungan anak.Sehingga guru selalu jadi korban.

“Banyaknya payung hukum bagi para guru, faktanya di lapangan tidak dapat dijadikan acuan untuk melindungi guru”,Katanya
Kasus penganiayaan yang dilakukan siswa ataupun pihak keluarga siswa terhadap guru bukan saja mengindikasikan bahwa ada yang salah dalam pengembangan etika dan tata krama belajar di sekolah ataupun lingkungan keluarga. Kenyataan ini sekaligus juga menunjukkan belum mengenanya program pendidikan karakter bagi siswa. Pendidikan karakter pada sekolah dan keluarga seharusnya meminimalisir tindak kekerasan pada guru karena pendidikan karakter berbicara tentang adab, etika, sopan santun dan moral yang seharusnya siswa bersikap dan menghormati guru sebagai orang tua disekolah. Namun faktanya kejadian-kejadian yang menimpa guru seperti tindak kekerasan, penghinaan terhadap guru menjadi catatan buram dari dunia pendidikan di Indonesia. Pertanyaannya apa yang menjadi faktor para siswa didik kita menjadi lebih brutal baik terhadap gurunya dan teman-temannya.

Ada beberapa Faktor yang membuat siswa menjadi Brutal misalnya Kondisi kepribadian implusif dan emosi yang tidak seimbang mengakibatkan kultur kekerasan terjadi dilingkungan sosialnya merupakan faktor siswa itu berprilaku keras.

Kemudian Harga diri yang terlalu tinggi dan di tambah kondisi kejiwaan yang tidak matang sering menyebabkan siswa tiba-tiba terpicu untuk melakukan tindak kekerasan dengan menganiaya guru yang seharusnya di hormati olehnya. Siswa yang memiliki kepribadian keras dan biasa tumbuh dalam lingkungan sosial yang terbiasa dengan kekerasan lebih berpeluang untuk melakukan tindakan kekerasan.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama. Jikalau kita tidak peduli dengan persoalan-persoalan dunia pendidikan maka dengan sendirinya peradaban suatu bangsa itu musnah dengan sendirinya. Ajarkan anak-anak didikmu dengan adab terlebih dahulu dari pada ilmu pengetahuan.

Solusi undang-undang perlindungan guru dan penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan itu merupakan catatan penting yang harus melibatkan semua pihak baik itu penegak hukum, organisasi-organisasi profesi, sekolah, guru, dinas pendidikan, orang tua dan masyarakat yang harus dilakukan segera. Tindakan-tindakan pencegahan tindakan kekerasan di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah harus menjadi atensi kita semua. Bagi oknum-oknum pelaku tindak kekerasan yang mengancam jiwa seseorang, penegak hukum dalam hal ini kepolisian harus bertindak tegas atas apa yang menimpa guru. Sikap tegas ini tentunya akan berefek kepada perlindungan pada profesi guru. Upaya-upaya mediasi antara kedua belah pihak bukan memberikan pembelajaran akan tetapi akan memberikan sebuah upaya pembiaran dan tidak menimbulkan efek jera kepada pelaku kekerasan. Negara dalam hal ini kepolisian harus dapat memberikan sikap tegas sebagai aparatur sipil negara yang menjadi pengayom dan penolong bagi setiap warga negara yang mencari keadilan. (*)

Ketua Umum Serikat Guru Indonesia Kabupaten Bima

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pendidikan

Bima, Bimakini.- Gerakan literasi “Sastra Goes To School”, Senin (7/2/2022), berlangsung di SDN belo, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima. Kegiatan literasi ini juga sekaligus membagikan...

Opini

Oleh: Eka Ilham, M.Si Akhir-akhir ini kurikulum prototipe menjadi perbincangan hangat dalam dunia pendidikan. Kurikulum prototipe adalah kurikulum pilihan (opsi) yang dapat diadaptasi dalam...

Opini

Oleh: Eka Ilham, M.Si (Sebuah catatan kecil guru-guru sukarela di daerah terpencil, menceritakan kisah duka dan dinamika Seorang Guru Sukarela Pak Amiruddin.S.Pd di Desa...

Opini

Oleh: Eka Ilham, M.Si Merdeka atau mati?”, sangat sesuai dengan kondisi Republik hari ini, Pandemi Covid-19 belum berakhir.  Suara pekikan menjelang hari kemerdekaan Indonesia ...

Opini

Oleh: Eka Ilham, M.Si. Sekolahlah biar kaya. Sekolahlah agar sukses. Kalau kau tidak sekolah, kau akan menjadi orang miskin dan tidak bisa menggapai cita-citamu....