Catatan Cukup Wibowo
Hanya karena rindu yang kuat maka segala yang tak indah di awal akan menjadi terasa indahnya di kemudian waktu. Karena sesungguhnya apa yang terasa indah atau buruk itu sangat tergantung pada bagaimana kita mengelola pikiran. Para psikolog dan motivator selalu saja mengingatkan akan pentingnya mengisi pikiran dengan hal-hal positif. Karena dengan mengisi pikiran dengan hal-hal positif efeknya akan membuat mindset kita berisi hal yang baik-baik saja. Dan itu akan menentramkan hati. Kebaikan yang penuh melaburi pikiran, akan membuahkan kesejukan hati.
Apakah dengan demikian kita tak boleh mengoreksi sesuatu yang buruk bila senyatanya memang ada yang buruk melintasi pikiran kita? Tentu saja yang buruk harus dikoreksi karena keburukan bila diabaikan akan meracuni keadaan, tapi akan lebih baik lagi bila kita mulai dari diri kita sendiri. Menyuarakan kebaikan tentang apapun akan menjadi mungkin untuk dibenarkan bila kita sudah bisa dipandang mumpuni untuk menjadi contoh bagi ajakan atas kebaikan itu. Apakah harus sesempurna itu? Tentu tak harus. Karena kesempurnaan hanyalah milik Tuhan.
Saat ini, di tengah pandemi Covid-19 agaknya kita masih belum merata dalam memahami apa dan bagaimana sesungguhnya Covid-19. Di satu pihak ada yang masih menganggapnya tak ada, di pihak lain justru menganggapnya sangat berbahaya sehingga tak aneh bila kemudian apa yang mereka tampilkan sangat berlebihan. Bila demikian mana yang sesungguhnya benar?
Knowledge is power, ya pengetahuan adalah kekuatan. Pengetahuan menjadi semacam kedaulatan diri untuk membuat kita tahu mana yang sebaiknya kita turuti dan mana yang tak harus digubris. Pengetahuan membuat kita menjadi lebih mungkin untuk tahu cara menghindar dari kemungkinan buruk yang terjadi. Bila pengetahuan diganti oleh keyakinan yang tak memiliki dasar akan membuat kita bisa tersesat di jalan yang semestinya. Maka akan makin lebih baik langkah-langkah kita bila pijakan kita adalah paduan antara pengetahuan dan keyakinan. Karena iman itu beralas dua hal: ilmu dan keyakinan.
Sedih rasanya melihat kenyataan begitu banyak masyarakat yang masih mengabaikan Covid-19 yang pada juntrungnya mereka sendiri yang akan merasakan akibatnya. Memang Covid-19 tak harus disikapi dengan berlebihan tapi setidaknya mengetahui cara mengantisipasi dengan benar itu sudah cukup. Di tengah pandemi yang belum berakhir, Covid-19 masih hidup dan meluas. Sebagaimana pandemi lainnya Covid-19 pun akan juga usai ditelan waktu, tapi kapan?
Seorang kawan secara berseloroh berucap, “Rasanya memang Covid-19 ini seperti ada dan tiada. Bila disebut ada ternyata di masyarakat perkampungan (dimana dirinya tinggal) banyak yang menganggapnya tidak ada dengan tidak memperdulikan potensi resiko yang bisa ditimbulkan melalui persentuhan fisik yang ada. Bila dalamnpertemuan-pertemuan saya menggunakan masker, saya masih jadi tontonan. Seperti ada sesuatu yang langka.” Sahabat tadi kemudian membandingkan dengan keadaan yang secara ekstrim berbeda saat dirinya berada di lingkungan kerjanya yang begitu ketat mengharuskan protokol kesehatan. Bagi yang tak bermasker justru menjadi tontonan langka karena dianggap tak memiliki sensitivitas atas keadaan yang sedang terjadi.
Realitas atas apa yang terilustrasikan seperti di atas tentu tak sekedar soal pengetahuan semata, tapi juga menyangkut soal mindset, soal culture set dalam memandang sesuatu yang selama ini tak lazim. Perubahan dari kelaziman (comfort zone) menjadi ketidaklaziman (sudden change) yang kemudian mengoyak-oyak tatanan keyakinan, tatanan budaya tentu tak sederhana untuk dimengerti kaum awam. Sinergitas antara pemerintah, para pemangku otoritas lokal, dan kaum profesional terkait Covid-19 harus segera diwujudkan meski selama ini sudah dilakukan dengan cara yang masih parsial di sana sini. Ketegasan dengan cara yang tidak pas, yang bisa menimbulkan efek perlawanan awam sebisanya diganti dengan kelembutan penjelasan dengan diselaraskan dengan konten budaya setempat. Ini harus dilakukan segera bila tak ingin kita lihat makin melonjaknya grafik jumlah pasien Covid-19.
Salam sehat dengan terus membekali diri dengan pengetahuan yang benar. Covid-19 hanya bisa diatasi dengan cara benar yang sudah terbuktikan. Tetap berjarak percakapan dan tak lupa bermasker.
Ruang Kontemplasi, Selasa 14 Juli 2020
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.