Bima, Bimakini.com.- Dari sekian kasus bentrok antarkampung di Kabupaten Bima, dalam beberapa tahun terakhir, kaum ibu dan anak-anak yang paling merasakan penderitaan. Oleh karena itu, kasus itu hendaknya dijadikan pelajaran berharga bagi masyarakat, terutama pemerintah dari tingkat Kepala Desa (Kades) hingga Bupati. Tantangannya adalah bagaimana mendewasakan masyarakat agar lebih mengedepankan akal sehat daripada amarah dan permusuhan.
Hal ini dikemukakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) PKC Provinsi NTB, Wukufiatul Arafah, melalui telepon seluler, Rabu (31/10).
Konflik sosial yang terjadi di Bima dua pekan lalu, katanya, dampak psikologisnya langsung dirasakan anak-anak dan perempuan dewasa, terutama trauma bagi normalisasi perkembangan kejiwaan mereka dalam bergaul secara harmonis pascakonflik.“Di sini perlu ada peran guru untuk menormalisasi pergaulan, terutama saling maaf- memaafkan antarsiswa, sehingga tidak ada lagi dendam kesumat, tetapi yang muncul adalah persaudaraan,” katanya.
Dalam beberapa hari ke depan, kata dia, anak-anak terutama siswa SMP diberikan pendampingan untuk menghindari terjadinya trauma yang bisa berdampak pada tumbuh- kembang anak. Jangan sampai mereka ada rasa sungkan bergaul. Apalagi, anak-anak korban konflik sosial itu menyaksikan secara langsung tindak kekerasan yang terjadi, sehingga akan berdampak dendam berkepanjangan bagi anak.
“Anak-anak membutuhkan konseling dan recovery psikologis yang tuntas, sehingga tidak ada dendam dari anak ini yang keluar seolah-olah. Jadi bagi anak itu nantinya bahwa kekerasan dibenarkan untuk dilakukan pada siapa pun,” katanya.
Arafah mengatakan, konflik sosial secara langsung akan menimbulkan dampak psikologis bagi anak. Satu di antaranya pemahaman yang membolehkan kekerasan dilakukan pada orang yang berbeda pendapat dengan anak tersebut.
“Nanti siapa saja yang beda pendapat boleh dilawan, ditusuk, dan dihancurkan. Ini yang perlu dinormalisasi oleh guru dan pemerintah daerah,” katanya.
Dia mengharapkan Bupati Bima jangan hanya berhenti pada pemberian bantuan, tetapi ke depan adalah menciptakan suasana aman dan damai dalam bingkai persaudaraan harus menjadi perhatian khusus agar tidak terjadi konflik di tempat lain lagi. “Kita harus berkomitmen bersama bahwa konflik sosial sama sekali tidak ada untungnya. Kenapa tidak, kita orang Bima bisa hidup dalam suasana persaudaraan,” katanya mahasiswa STKIP Hamzanwadi Lombok Timur ini. (BE.13)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.