Kasus video mesum yang melibatkan oknum anggota Kepolisian kini terus diproses. Menggelinding dibawah tatapan mata publik. Jika selama ini ‘korps baju coklat’ itu gesit memroses beragam kasus masyarakat umum, kini kinerja dan transparansi mereka dipertaruhkan ketika mengusut belitan kasus anggotanya. Pengakuan awal dari keduanya dan prosesi pernikahan yang berlangsung adalah pintu awal bagi penuntasan. Sisi administratif yang ditunggu publik.
Ya, seperti harapan sejumlah pihak kasus itu ditangani professional dan jangan sampai ‘tebang pilih’. Justru ketika melibatkan oknum anggotanya, maka pesan ketegasan dan kredibilitas Kepolisian dipertaruhkan. Dalam posisi hukum, semua warga Negara diperlakukan sama, tidak boleh memandang status sosial. Aspek yang dihindari adalah jangan sampai kesan penegakan hukum yang ‘menajam ke bawah dan menumpul ke atas’ tercium. Kesan itu sudah mengental di tengah masyarakat dan dibutuhkan aksi konkrit untuk membungkamnya dengan profesionalisme kerja.
Ada sejumlah pesan simbolik yang disimak publik dari penanganan kasus ini. Percepatan penanganan akan menunjukkan bahwa keinginan internal Kepolisian ‘bersih-bersih gerbong’ memang sedang dilakukan, karena kasus itu meracuni sisi psikologis masyarakat, terutama bagi pembangunan karakter dan moralitas kaum muda. Aparat seharusnya dalam posisi pengayom dan pelindung masyarakat, bukannya pemicu keresahan berupa ‘pacuan nafsu liar dan haram di atas sofa coklat kamar kos itu’.
Kita berharap apa percepatan proses yang dilakukan untuk menuntaskan kasus agar masyarakat tidak lagi menanyakannya. Jika Kepolisian selama ini gesit mengungkap berbagai hal, kini giliran belitan kasus anggotanya yang ditagih. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.