Kota Bima, Bimakini.- Trauma banjir masih menyelimuti suasana hati masyarakat Kelurahan Dara Kota Bima. Sebanyak 6 Kepala Keluarga (KK) warga RT 03 RW 01 Kelurahan Dara masih bertahan di pengungsian pegunungan Danatraha.
Sebanyak 15 jiwa warga Dara ini terpaksa bertahan dan hidup di bawah tenda pengungsian apa adanya di jalan lintas Danatraha. Mereka masih trauma dan baru akan kembali sampai kondisi cuaca membaik. Apalagi, sudah tigakali mereka merasakan banjir.
Warga Dara, Yahya (53), di lokasi pengungsian mengaku bersama kerabat dan warga lain saat ini masih mengungsi karena trauma, terutama saat banjir bandang pertama nyaris tewas bila tidak terpaksa menunggangi kuda.
Diceritakannya, saat itu air sampai dua meter menerjang di permukiman warga. Bila tidak ada kuda yang dinaiki saat itu, mungkin sudah tewas. Untuk itu masih sangat trauma, begitu pun warga lainnya.
Diakui Yahya, saat itu mengira ketinggian banjir seperti biasanya, paling hanya 50 centimeter, ternyata tidak disangka munculnya tiba-tiba dan begitu besar.
Mengapa masih bertahan? Bersama warga lainnya, selain trauma juga capek terhadap kondisi ini. Bayangkan dalam tiga pekan tigakali terjadi banjir. Bukan persoalan banjirnya, tetapi banyak persoalan lainnya, seperti keselamatan keluarga dan persoalan lumpur.
Dia mengaku duakali membersihkan rumah dalam kondisi susah-payah, bahkan sampai tidak makan selama dua hari saat banjir pertama. Baginya begitu besar ujian bagi warga Kota Bima saat ini. “Saya dan keluarga sampai tidak makan dua hari Pak, sampai kemudian dibawa beras oleh keluarga baru bisa makan,” keluhnya.
Ditambahkannya, kini banjir kembali terjadi dan tidak ada aktivitas lain hanya terus membersihkan rumah. Nah, daripada terus membersihkan rumah sedangkan banjir terus muncul, lebih baik mengungsi. Apalagi curah hujan masih cukup tinggi.
“Kalau kita lebih baik mengungsi dulu daripada takut terus kalau datang hujan, kalau di pengungsian aman di ketinggian gunung,” ujar Yahya.
Mengenai harta benda, diakuinya sudah tidak ada lagi. Barang yang diselamatkan hanya televisi. Barang lainnya terbawa banjir, seperti pakaian, kursi, dan tempat tidur. “Kini hanya tinggal beratap dan beralaskan terpal saja,” ujarnya.
Dia mengharapan pemerintah segera menormalisasi sungai. Masalah penimbunan di Ama Hami, menurutnya juga salahsatu penyebab banjir. Masalahnya ditimbun menghalangi jembatan sebagai tempat air dari permukiman keluar ke arah laut.
Harapan lainnya, pemerintah segera membangun jembatan gantung yang sudah putus. Sekarang aktifitas anak-anaknya ke sekolah harus mengeluarkan biaya Rp10 ribu sehari untuk anaknya ke SMPN 2 Kota Bima.
Lalu kapan akan kembali ke rumah? Kata Yahya, setelah tanggal 20 Januari nanti, karena informasi diterimanya curah hujan masih tinggi sampai tanggal 20 Januari nanti. (BK32)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.