Bima, Bimakini.- Penarikan biaya dalam program nasional (Prona) sertifikasi tanah di Desa Pandai Kecamatan Woha Kabupaten Bima termasuk kategori perbuatan korupsi. Penilaian itu disampaikan pemerhati hukum, Wahyudiansyah, SH, MH, saat dihubungi via WhatsApp, Ahad (24/9/2017).
Dia menjabarkan, dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pasal 12 huruf e unsur-nsurnya pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
“Persoalan angka 250 ribu per bidang itu bukan angka kecil, kalau dikalikan banyak. Kalau dikumpulkan bisa ratusan juta,” ujarnya.
“Saya kira penegak hukum dapat melihat ini sebagai objek yang perlu diselidiki. Jangan hanya tunggu laporan di kantor. Karena perbuatannya ada, aturannya ada, telah dilanggar, dan publik sudah tahu. Karena publik tidak tahu saja penegak hukum bisa menyelidiki. Apalagi yang ditunggu,” pintanya.
Menurut dia, penarikan tersebut bagian terkecil dari proyek pembodohan masyarakat yang tidak ada habisnya untuk membebani masyarakat dengan tambahan biaya. “Karena dasar kesepakatan bersama dari masyarakat menjadi alasan pembenar itu tetap tidak bisa jadi dasar dan tidak meniadakan unsur pidana. Silakan saja dalam kesepakatan itu ada biayanya, tapi kalau ada unsur pidananya akan ditanggung sendiri,” katanya.
Menurutnya, persoalan biaya-biaya dalam Prona ini diduga kuat ada mafia di BPN. Biaya Prona adalah bagian terkecil dari praktik mafia pertanahan. “Praktik ini muncul diduga dari internal BPN sendiri yang kurang, atau bahkan tidak sama sekali membagi rata anggaran sesuai porsi kerja, sehingga rakyat dibebankan biaya tambahan lainnya,” duganya.
Dia menduga ada oknum di BPN yang mendoktrin rekan kerjanya seperti Pemerintah Desa, agar masyarakat punya partisipasi tambahan dan Pemerintah Desa yang nakal bersama oknum pegawai BPN menjadikan ini sebagai peluang Pungli.
“Yang namanya gratis, tentu tidak ada lagi biaya. Kalau ada biaya, bukan gratis namanya, tapi bayar meskipun sedikit,” tambah dia.
Seperti contoh kasus yang dialami mantan Kepala Desa Rite Kecamatan Ambalawi, yang saat ini tengah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Mataram. “Itu kaitan Pungli dari program Prona,” ingatnya. (BK39)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.