Kota Bima, Bimakini.- Setelah memanggil pihak BPN Kota Bima, Jum’at (12/7) Pansus DPRD soal laut Ama Hami kembali memanggil sejumlah pihak. Termasuk pemilik usaha, pertokoan dan gudang di kawasan Wadumbolo.
Pada pertemuan itu, terlihat Manajemen Gudang Tonasa dan pemilik Ruko di bagian timur Pasar Ama Hami.
Pada kesempatan itu, pemilik gudang Semen Tonasa dan Pemilik Ruko Pasar Ama Hami menyerahkan dokumen perijinannya. Keduanya memiliki kelengkapan, sementara manajemen Depo Bangunan belum hadir.
Selain pemilik pergudangan dan pertokoan, turut diundang Sekda Kota Bima, Drs H Muhtar Landa, MH, juga selaku Plt Dinas Pol PP dan Damkar, Camat Rasanae Barat, Lurah Parugan dan Dara.
Pansus sendiri dihadiri Taufik A Karim (PPP), Syahbuddin (Gerindra), Walid (Gerindra), ALatif (PAN), lainya absen.
Ketua Pansus, H Armansyah, SE menyampaikan, sebelumnya sudah berkonsultasi ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provisi NTB. Konsultasi juga ke Kementerian Kelautan berkaitan fungsi teluk Bima. Bahkan dikatakan teluk Bima masuk daerah strategis.
Sementara di Kota Bima telah terjadi alih fungsi lahan, padahal RDTRK saja sampai saat ini belum tuntas. “Setelah kami lakukan kajian dan konsultasi, tidak bisa disetujui, karena sudah ditetapkan dalam RTRT dianggap menyimpang dari fungsi,” ujarnya.
Fungsi lahan, kata dia, bukan untuk perdagangan dan pergudangan, namun pariwisata, budidaya dan perikanan. Tidak ada masalah membangun, di teluk Bima, sepanjang punya dasar. “Kami dewan pun sepakat ekonomi Kota Bima dipacu,” ujarnya.
Tapi juga, kata dia, jangan mengabaikan aturan atas fungsi lahan. Jika dewan nantinya memerintahkan agar dibongkar, maka wajib dilaksanakan.
Makanya, agar putusan Pansus ada solusi, pihak pihak terkait dapat hadir agar bisa dklarifikasi.
“Untuk diketahui dewan adalah polisinya pemerintah, kaitan dengan kesalahan pemanfaatan fungsi lahan tak sesuai peruntukannya itulah makanya hari ini dibentuk pansus dan dewan dan kami juga tak ada kepentingan,” ujarnya.
Saat rapat, Pansus pun sesalkan pembangunan pasar Ama Hami sudah menyalahi Perda RTRW. Seolah Perda RTRW tidak pernah dibuka dan diaplikasikan.
“Karena ujuk-ujuk datang anggaran langsung di bangun dilokasi Ama hami. Kok Pemkot berani membangun ditempat tidak diperuntukan untuk itu,” sesalnya.
Padahal dalam aturan Pemprov NTB, mereka sudah terbitkan surat resmi untuk fungsi kawasan Ama Hami. Salah satunya untuk kegiatan pariwisata, konserfasi dan budidaya.
“Jika tidak ada pansus ini dipastikan semua laut Ama Hami seluruhnya ditimbun. Sudah berani mematok laut bahkan ada di dekat masjid terapung. Termasuk berada dibelakang pasar Aman Hami tidak ada hak warga, namun ada pematokan, dan dibiarkan oleh Pemkot Bima,” terangnya.
Anggota Pansus lainnya, A Latif mempertayakan perubahan perencanaan dilakukan Pemkot Bima. Dulu lahan pasar Ama Hami nomenklaturnya bangun terminal AKAP dan pernah melawan dengan keras perubahan dilakukan Pemkot Bima.
Duta Gerindra, Syahbuddin pada rapat pertanyakan IMB dan UKL dan UPL seluruh bangunan ada di kawasan Ama Hami. Dari jawaban CV Nusa abadi semen Tonasa, Domianus, saat membeli lahan tahun 2013 jalan belum ada. Pemkot saat itu menyampaikan itu kawasan pergudangan. “Jadi sebelum kami membeli sudah koordinasikan dengan Pemkot Bima. Karena kami juga tidak mau beli lahan tidak bisa dimanfaatkan. Sehingga berani membangun gudang,” ujarnya.
Namun enggan menyebutkan nama pihak yang menyampaikan hal tersebut.
Sementara H Zakaria , pemilik Ruko bagian timur pasar Raya Ama Hami mengaku hanya punya 7 unit. Status lahan milik anaknya, Purnawijaya yang di bangun oleh anaknya, Turinowijaya sekarang di Surabaya. Mengenai masalah lahan dirinya tidak mengetahuinya secara pasti. (DED)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.