Bima, Bimakini.- Perjalanan panjang kasus mantan Plt Kepala BPBD Kabupaten Bima, Taufik Rusdi dalam kasus korupsi pengadaan sampan Fiberglass tahun 2012 silam akhirnya diputuskan. Taufik dihukum bersalah dan bakal mendekam selama satu tahun lamanya di “hotel prodeo”.
Menariknya, saat sidang vonis tersebut, nama mantan Ketua DPRD Kota Bima Hj Ferra Amelia yang juga merupakan adik kandung dari mendiang Bupati Bima Ferry Zulkarnain tersebut, terbukti ikut mengatur proyek untuk lima kontraktor lingkar ‘istana’ alias menjadi “sutradara”.
Fakta itu tertuang dalam amar putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram yang dibacakan dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Isnurul Syamsul Arif, Kamis (17/7) kemarin. Isnurul menyebutkan terdakwa Taufik Rusdi bersalah sesuai dakwaan pasal 3 juncto pasal 18 UU RI No20/2001 tentang perubahan atas UU RI No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Oleh karenanya menjatuhkan pidana kepada terdakwa Taufik Rusdi dengan penjara selama satu tahun,” ucap Isnurul.
Tidak hanya itu, Taufik juga dibebani denda sebesar Rp50 juta. Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan kurungan selama satu bulan.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum, Budi Tridadi Wibawa sebelumnya yang isinya, menuntut agar Taufik dijatuhi hukuman penjara satu tahun enam bulan, denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan.
Dalam sidang juga Hakim menyatakan bahwa Pemkab Bima harus mengembalikan kelebihan penggantian kerugian negara kepada Taufik sebesar Rp1,03 juta. Kerugian negara dalam kasus itu sebesar Rp159,8 juta.
Untuk diketahui sebelumnya, Taufik sudah membayar sebesar Rp160 juta. Dimana menurut hakim, terdakwa Taufik terbukti korupsi dengan cara mengakali anggaran sebesar Rp miliar menjadi lima paket pekerjaan. Kala itu di tahun 2012, Taufik menjabat Kabid Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bima dan dalam proyek itu dia sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Taufik dalam merencanakan proyek tidak membuat dokumen pengadaan, Rencana Kerja Syarat-syarat (RKS), Harga Perkiraan Sendiri (HPS), Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan gambar pekerjaan. Dimana dokumen tersebut hanya dibuat belakangan setelah proyek berjalan.
Pengerjaan proyek tersebut berjalan molor. Hanya saja Taufik tetap membayar 100 persen ke rekanan. Realisasi pembayarannya sebesar Rp 991,6 juta sementara pengeluarannya hanya sebesar Rp741,6juta. Akibatnya negara dirugikan sebesar Rp159,8 juta.
Sementara disisi lain, majelis hakim juga memerintahkan untuk mengusut terdakwa lain. Yang mana kata Isnurul barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan Taufik dikembalikan kepada penyidik. “Untuk dilakukan pengembangan perkara karena ada keterlibatan pihak lain sebagai yang turut serta melakukan,” paparnya.
Pertimbangan dalam vonisnya, majelis hakim menilai Taufik bekerjasama dengan Hj Ferra Amelia. Taufik meminta mantan Ketua DPRD Kota Bima Hj Ferra Amelia untuk mempersiapkan kelengkapan lima dokumen atau profil perusahaan tersebut.
Ferra yang juga merupakan keturunan kesultanan Bima, tepatnya adik kandung dari raja Bima ke 16 yang juga mantan Bupati Bima Ferry Zulkarnain itu, mengatur rekanan yang mengerjakan proyek tidak lain karena kedekatan kekeluargaan.
Hasilnya, lima perusahaan mendapat proyek penunjukan langsung. Mereka diantaranya, CV Lewamori Putra Putra Pratama untuk pengadaan sampan di Desa Kore, Sanggar, Kabupaten Bima senilai Rp198,2 juta; kontrak Rp 198,4 juta dengan CV Lamanggila untuk pengadaan sampan di Desa Punti, Soromandi.
CV Wadah Bahagia untuk pengadaan sampan di Desa Lamere, Sape dengan kontrak Rp198,3 juta; kontrak senilai Rp198,3 juta dengan CV Sinar Rinjani untuk pengadaan di Desa Sangiang, Wera; dan kontrak sebesar Rp198,2 juta dengan CV Bima Putra Pratama untuk pengadaan di Desa Bajo Pulau, Sape. (IQO)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.