Bima, Bimakini.com.- Penanganan kasus sampan fiber glass oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima dinilai semakin tidak jelas. Lembaga hukum yang seharusnya menjadi pemangkas kejahatan keuangan Negara, terkesan “bermain-main” dengan kasus hukum.
Demikian pandangan Amiruddin, dari Masyarakat untuk Transparansi Daerah (Mantanda) Bima, menanggapi saling lempar penanganan antara Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dan Kejari Raba Bima dalam penanganan kasus itu.
Amirudin mengisyaratkan, jika penanganan kasus sampan fiber glass dan sejumlah kasus lainnya tidak jelas juntrungannya, maka ada langkah yang akan dilakukan Mantanda selanjutnya.
Dia menilai, sejak awal kasus itu diungkap oleh Kejaksaan sudah ada kesan meragukan. Masalahnya, mengapa harus ada bahasa Kejari kasus sampan fiber glass ditangani oleh Kejati NTB. Pertanyaannya, apakah takut menghadapi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
“Kalau penegak hukum takut, apa yang bisa diharapkan. Hukum jangan tumpul di atas, tajam ke bawah,” katanya, Selasa (8/10).
Dikatakannya, pejabat dapat saja leluasa berbuat, jika penegak hukumnya belum apa-apa sudah gemetar. Korupsi akan terus terjadi, Bima tidak hanya menjadi yang tertinggi dalam angka, namun kualitas perkorupsiannya. “Jika memang tidak takut menegakkan hukum, silakan Kejaksaan menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan sampan fiber glass,” katanya.
Tidak hanya terbukti melanggar aspek administrasi, katanya, namun juga dugaan siapa dibalik itu semua. Publik jangan hanya disuguhkan opini, namun tidak ada bukti aksi.
“Kalau kita lihat kasus korupsi yang ditangani kejaksaan negeri Raba Bima, masih banyak kasus lama. Sementara kasus baru tidak ada yang muncul. Ini menjadi pertanyaan besar, ada apa,” tanyanya.
Dikatakannya, jika kondisi penegak hukum di Bima seperti ini dan sulit dipercaya, maka Mantanda akan mendata kasus-kasus yang ada dan menyerahkannya kepada penegak hukum lain. Saat ini sedang menyiapkan sejumlah laporkan kasus di daerah.
“Silakan publik yang menilai sendiri bagaimana kinerja penegak hukum di Bima,” ujarnya.
Sebelumnya, pihak Kejaksaan menyatakan sejumlah kasus yang ada tetap diatensi dan sebagian lainnya masih dalam tahap pengumpulan data. Penanganan suatu kasus membutuhkan waktu untuk memrosesnya.
Soal kasus sampan fiber glass, pihak Kejari menyerahkannya ke Kejati NTB berdasarkan berbagai pertimbangan. Saat itu, tidak dijelaskan apa saja pertimbangannya sehingga mengalihkannya ke tingkat yang lebih tinggi.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Makassar, Abraham Samad, menyatakan siap menangani kasus korupsi pejabat tinggi di daerah karena cenderung tak serius ditangani Polda dan Kejaksaan.
“Salah satu yang menjadi penghambat lambannya penanganan kasus korupsi di daerah adalah karena ada hambatan psikologis dari para penyidik atau aparat hukum,” kata Abraham di sela-sela satu dialog di Makassar, Selasa.
Abraham mengaku sudah mengultimatum Polda dan Kejaksaan untuk mengalihkan penanganan kasus korupsi yang melibatkan pejabat level atas ke KPK.
Alasannya, kata dia, karena kasus korupsi yang melibatkan pejabat di daerah cenderung stagnan, bahkan cenderung “dipetieskan”.
“Salah satunya kasus Bansos di Sulsel, saya sudah ultimatum Polda dan Kejati untuk mengalihkan ke KPK,” katanya.
Menurut dia, meskipun personel dan jumlah penyidik KPK terbatas, namun lembaganya mampu mengawasi kinerja pemerintah 33 pronvisi, termasuk kabupaten/kota.
Berdasarkan data KPK, total aset/kekayaan negara yang berhasil diselamatkan KPK pada 2013 mencapai Rp212,843 triliun, namun total kerugian negara yang ditarik lagi KPK pada 2013 dari penindakan hanya Rp1,193 triliun.
“Dengan demikian jauh lebih efektif upaya pencegahan daripada penindakan untuk menyelamatkan aset atau kekayaan negara,” katanya. (pian/bimeks/ant)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.