Bima, Bimakini.com.–
Beberapa pekan terakhir, harga bawang di Kecamatan Sape dan Lambu menurun drastis hingga Rp200 ribu/kuintal. Senin (24/9) siang, warga dua wilayah itu yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Petani (GSP) Bima berunjukrasa di depan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Bima.
Mereka menilai pemerintah tidak memerhatikan nasib petani bawang. Aksi yang dimulai sekitar pukul 12.00 WITA tersebut nyaris ricuh. Pasalnya, demonstran memblokir jalan di depan Dinas tersebut. Akibatnya, arus lalulintas pada jalur tersebut macet total. Pihak Kepolisian pun akhirnya memaksa massa aksi untuk menjauhkan kendaraan yang mereka pakai blokir.
Aksi saling dorong antara demonstran dan pihak Kepolisian pun tidak terhindarkan. Hanya saja, insiden tersebut berlangsung singkat dan tidak memicu kericuhan yang lebih luas. Aksi itu dikawal ketat anggota Polres Bima Kota.
Koordinator lapangan (Korlap) aksi, Yasmin, menjelaskan setiap musim panen, harga bawang selalu rendah sehingga tidak menutupi harga produksi, akibatnya para petani bawang merah merugi. Dia juga mengeluhkan harga bibit bawang merah yang melebihi harga standar setiap menjelang musim tanam.
“Kami mohon hal-hal seperti ini diperhatikan juga oleh pemerintah, bagaimana petani bisa sejahtera jika harga bawang hasil panen yang anjlok sementara biaya produksi dan harga bibitnya selangit,” ujar warga Desa Sumi Kecamatan Lambu Kabupaten Bima ini.
Hal lain yang disorotinya yakni persoalan penyaluran dan pendistribusian pupuk bersubsidi yang dinilai salah sasaran. “Setiap musim tanam petani juga dirugikan dengan langkanya pupuk, akibatnya harga pupuk pun naik begitu juga dengan harga obat-obatan yang lainnya,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh warga Lambu lainnya, Umran. Menurutnya, harga obat-obatan yang tinggi tidak mampu dijangkau oleh para petani bawang. Hasil panen untuk setiap 100 kilogram (kg) bawang merah hanya dihargai Rp200 ribu. “Kami minta pihak Dinas Pertanian segera tanggapi apa yang menjadi tuntutan rakyat,” ujarnya.
Selain itu, meminta agar pemerintah menghentikan kegiatan impor bawang. “Hentikan impor bawang supaya tidak pengaruhi harga bawang produk dalam Negeri,” pintanya.
Saat itu, demonstran meminta Kadis menemui massa aksi dan menjelaskan responsnya. Kadis Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura, Ir. H. Nurdin mengajak perwakilan masa aksi agar beraudiensi di aula setempat.
Nurdin menjelaskan a bawang merupakan salahsatu komoditas yang belum diatur harganya secara nasional, seperti beras. :Bawang dan kacang tanah merupakan produk keunggulan lokal, namun secara nasional harganya belum diatur seperti beras,” ujarnya.
Menurutnya, jika dilihat dari Tupoksi, Dinas Pertanian tidak memiliki wewenang mengatur harga bawang. Namun, hanya membantu membudidayakan dan kegiatan pascapanen. Dalam rangka membantu menyediakan benih atau bibit, hingga saat ini persoalan tersebut masih dalam pengkajian balai pusat kajian bibit.
Faktor lain yang menyebabkan harga bibit relatif lebih tinggi saat ini, diakui Kadis, disebabkan karena para petani di daerah belum memiliki fasilitas tempat penyimpanan bibit, seperti gudang sehingga setiap musim tanam harus membelinya lagi pada para tengkulak. Biasanya bawang dari Sape tidak dipakai untuk bibit oleh petani setempat, justru membeli bibit di Kecamatan Woha dan Monta. Begitu juga sebaliknya.
“Hal itu yang sering kali membuat kita rugi. Kenapa kita tidak coba menyimpan bibit sendiri dengan mengikuti tatacara dan ketentuan yang ada, mungkin dengan cara itu petani akan sedikit terbantu,” jelas Nurdin.
Mengenai pendistribusian pupuk yang dikeluhkan tidak tepat waktu, katanya, hal tersebut tidak benar. Wilayah Sape dan Lambu kerap mengalami kelebihan jatah pupuk. Terbukti, stok pupuk untuk satu tahun untuk dua kecamatan itu habis hanya dalam jangka waktu enam bulan.
Akibatnya, untuk jatah enam bulan terakhir terpaksa harus disediakan lagi. “Kalau masalah pupuk saya paham banget," ujarnya.
Usai beraudiensi, demonstran kembali melanjutkan aksi mereka depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima. Di lokasi tersebut, demonstran berorasi sekitar tiga jam lebih.
Karena tidak ada anggota Dewan yang merespons, massa aksi nyaris menerobos masuk ke gedung wakil rakyat tersebut. Namun, karena pengamanan ekstraketat, barisan pihak Kepolisian tidak bisa dilewati.
Hingga aksi berakhir sekitar pukul 15.30 WITA, tidak ada hasil yang jelas yang dibawa pulang oleh pendemo. Mereka mengaku kecewa dengan sikap anggota Dewan yang terlihat tidak mau mendengar aspirasi rakyatnya. (BE.20)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.