Kota Bima, Bimakini.- Jajaran Komisi III DPRD Kota Bima akhirnya bertemu petinggi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, beberapa waktu lalu. Mereka mengelarifikasi proyek drainase yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bima pascabencana banjir bandang. Seperti apa hasilnya?
Menurut pengakuan Ketua Komisi III DPRD Kota Bima, Sudirman DJ, SH, saat pertemuan itu BNPB memastikan Pemkot Biam melanggar instruksi lisan. Akhir Maret bersama Alfian Idrawirawan dan Edy Ihwansyah bertemu Deputi Tanggap Darurat BNPB, Harmensyah, di Jakarta. Dalam pertemuan itu, memertanyakan persoalan proyek pembongkaran drainase yang dilakukan Pemkot Bima. Dari hasil pertemuan itu, ada tiga poin disampaikan pihak BNPB.
Apa saja? Masih berdasarkan klaim Sudirman, pihak BNPB menyatakan perintah lisan yang disampaikan kepada Wali Kota Bima bukan membongkar drainase seperti yang terjadi saat ini. “Tetapi perintah lisan itu maksudnya pembersihan drainase,” katanya mengutip pejabat BNPB.
Setelah itu, katanya, anggarannya dihitung kemudian. Artinya, dari penyampaian Deputi Tanggap Darurat itu bahwa eksekuif keliru, karena memang sesuai aturannya yang namanya tanggap darurat tidak ada pengerjaan fisik. Nanti saat rehab-rekon baru ada pekerjaan fisik.
“Ini malah melakukan pembongkaran sporadis pada drainase, bahkan yang tidak rusak dibongkar habis,” katanya.
Sudirman membeberkan pihak BNPB mengaku sudah mengetahui kondisi riil saat ini di Kota Bima, yakni proyek itu disalahpahami oleh eksekutif. “Orang suruh bersihkan sedimen di drainase, kok main bongkar-bongkar,” ujar duta Partai Gerindra itu mengutip hasil pertemuan.
Diakui Sudirman, Deputi sudah melihat proyek drainase dan mengaku sebenarnya tidak boleh dilakukan sporadis seperti itu. Seharusnya dimulai dari hilir ke hulu, dari bawah ke atas.
Apa saja sumbatan dihilir dibersihkan, sehingga air tidak meluap ke permukiman warga.
Kata Sudirman, termasuk pengerjaan pembongkaran yang tidak jelas juntrungannya. Dibongkar tetapi tidak ada ujung- pangkalnya. Semuanya buntu, air tidak bisa mengalir ke sungai atau pembuangan. Contohnya dari Terminal Dara ke Utara buntu, depan pertokoan pengusaha kaya tidak berani dibongkar. “Seharusnya namanya drainase itu ada ujung pembuangannya, begitu pun di jalan Gatot Subroto dan lainnya,” ujarnya.
Mengenai persoalan ini, kata dia, diakui oleh BNPB hanya menyediakan anggaran, karena ada persoalan nanti yang diaudit dan ada lembaga khusus untuk menangani proyek drainase. “Itu kata BPBP secara tekniknya, bukan sporadis kerja kiri-kanan yang tidak jelas,” tegas Sudirman.
Selanjutnya, langkah Komisi III adalah meminta lagi dokumen rencana aksi dan grand design. Sesuai arahan BNPB harus ada dua dokumen tersebut. Untuk itu dalam waktu dekat akan memanggil Dinas PU dan BPBD untuk memertanyakannya apakah sekarang ada atau tidak. Sebelumnya beberapakali dipanggil tidak pernah membawa dokumen proyek drainase dan karena itu Komisi III tetap menyatakan kalau proyek drainase bermasalah. (BK32)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.