Bima, Bimakini.- Pelaku perjalanan tidak lagi bebas untuk keluar daerah. Pasalnya, harus mengantongi surat keterangan sehat dari klinik maupun rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah.
Biaya untuk membuat keterangan sehat tersebut sangat tinggi, sehingga dikeluhkan. “Biaya keterangan sehat sebesar Rp 590 ribu, kita menduga ada aroma bisnis terkait kebijakan tersebut,” ujar warga Desa Rato Kecamatan Bolo, Zulkifli, Selasa (2/6).
Kata Zulkifli, jika biaya tersebut termasuk harga alat Rapid Test, pemerintah dinilai keliru dalam mengambil kebijakan. Karena menurutnya, Covid – 19 merupakan wabah yang sudah mendunia, sehingga tidak mestinya membebankan biaya pembelian alat ke pelaku perjalanan atau warga. “Covid – 19 adalah musibah, kenapa pengadaan alat Rapid Test dibebankan ke pelaku perjalanan,” tuturnya.
Menurutnya, pemerintah tidak boleh mengeluarkan kebijakan seperti ini. Jika biaya tersebut termasuk harga alat Rapid Test, mengapa tidak menggunakan anggaran penanganan Covid – 19. “Pemerintah jangan menyusahkan warga, mana anggaran Covid – 19 untuk membeli alat Rapit Test itu,” tanyanya.
Warga Desa Tonda, Kecamatan Madapangga, Syafrudin mengaku bersama puluhan warga lainnya hendak ke Jakarta untuk menjual sapi. Dia ikut mengeluhkan kebijakan pemerintah untuk membuat surat keterangan sehat bagi pelaku perjalanan. “Biaya pembuatan surat keterangan sehat terlalu tinggi dan sulit dijangkau. Apalagi tujuan kita ke Jakarta hanya untuk mengadu nasib,” terangnya.
Dia menyesalkan munculnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah saat ini, karena sangat membebani masyarakat selaku pelaku perjalanan. “Kita hanya masyarakat awam yang mencoba mengadu nasib di kota besar. Mestinya jangan dibebani untuk mengeluarkan uang sebanyak itu,” tutupnya. (KAR)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.