Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang diserahkan Pemerintah Kota Bima kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bima, berbeda dengan rillnya. Pihak KPU membeberkannya saat sosialisasi di gedung wakil rakyat, akhir pekan lalu. Dari 537 Rukun Tetangga (RT), KPU mengidentifikasi 73 di antaranya fiktif, berikut jumlah warganya.
Tentu saja perbedaan itu mesti segera ditelusuri, karena bisa berdampak luas. Setidaknya dalam dua hal, yakni bisa menyebabkan hambatan selama proses Pemilu Wali dan Wakil Wali Kota Bima tahun 2013 nanti. Selain itu, bisa memunculkan rumor upaya menggaet insentif untuk para Ketua RT. Oleh karena itu, mesti ada klarifikasi menyeluruh mengapa ada perbedaan data.
Jika memang pemekaran belum ditetapkan dalam administrasi resmi saat pendataan dilakukan, seharusnya tidak dicantumkan untuk menghindari kesimpangsiuran dan kesalahpahaman seperti ini. Kondisi riil saat itulah yang dijadikan acuan. Dugaan pengelembungan jumlah untuk menggaet insentif, bisa dimaklumi dalam konteks ketidakakuratan data seperti itu. Kita mengharapkan segera ada titik temu soal itu dan kepastian jumlahnya diungkap ke publik.
Perlu diingatkan, dalam pemilihan apapun, data pemilih sangat rawan memicu protes dan hambatan bagi proses politik. Karenanya, kevalidannya dituntuk untuk “membungkam riak-riak” potensi protes yang bakal muncul dan menyebabkan dinamika meninggi. Kehati-hatian sejak awal adalah pilihan terbaik untuk menyukseskan hajatan Pemilu. Ingat, dinamika politik, apalagi dalam perburuan posisi elit, sangatlah cepat dan liar. Implikasinya, kesalahan dalam detail-detail kecil saja bisa mengundang potensi kekacauan (chaos). Apalagi, ada 73 RT yang diduga fiktif.
Lepas dari sorotan terhadap DP4 itu, sisi lain yang perlu dicermati adalah keharusan pihak yang berkompeten bertindak hati-hati ketika memroses sesuatu. Tujuannya agar kelak tidak menjadi sumber kontroversi yang menguras energi kolektif. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.