Connect with us

Ketik yang Anda cari

CATATAN KHAS KMA

Mimpi Tengku di Ina Hami

 

Tengku Jubair bersama penulis.

NAMANYA Tengku Jubair. Rasanya agak asing juga, ada orang Bima yang yang namanya seperti itu. Anda tahu, nama itu biasanya dipakai oleh bangsawan Melayu. Tetapi itu masa lalu. Atau mungkin juga sampai sekarang. Biarkan saja. Toh anak staf saya yang lahir bebarapa hari lalu juga diberi nama Dzidan. Tahu kan? Itu mirip nama pemain bola dunia dari Prancis yang berasal dari Aljazair yang biasa dipanggil Zizou itu. Zinedin Yasid Zidane. Yang mendapat kartu merah setelah menanduk bek pemain Timnas Italia, Marco Materazzi pada Piala Duni 2006. Anda juga nonton.

Saya juga berpikir mungkin namanya Din, seperti nama saya. Seperti juga nama kebanyakan orang Bima. Yang akhirnya muncul lagu Udin Sedunia. Yah terserahlah, toh ibu-ibu muda yang sedang mengandung juga sedang siapkan nama hebat bagi buah hatinya. Kalau dahulu, bukunya perlu dibeli. Tetapi sekarang tinggal tanya mbah Google. Nama itu doa juga inspirasi. Agar kelak sang anak hebat, seperti doa pada nama itu.

Saya baru pertama jumpa dengan Tengku Jubair. Dikenalkan oleh kawan saya Hermawan Some. Wawan, nama panggilan kawan saya itu, adalah salah satu Tim NTB Solution Centre (NSC) yang hari itu, Ahad 7 Februari 2021, menjadi nara sumber Seminar di STKIP Taman Siswa Bima.  ‘’Bang, kita ke Wawo nanti habis acara di STKIP Taman Siswa,’’ kata Wawan, aktivis lingkungan dan alumni IVLP itu (baca juga Wawan, NSC, Harapan Baru).

Rupanya Wawan tidak lagi bersama tim NSC. Ia malah bersama Kepala Bappeda Kabupaten Bima, Drs H Muzakir, M.Si. Saya pun meluncur ke Wawo. Saya tidak mau melihat apa di sana. Saya sempat berpikir juga masih ada rombongan NSC lainnya. Ternyata mereka sudah pisah. Sebagian sudah balik ke Lombok. Termasuk ibu Aishah Muhamed, Ph.D dan Nurlaila Kemal Hasyim yang Doktor tafsir hadits dan motivator itu.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Saya sempat shalat dzuhur di Masjid Desa Maria sebelum bergabung dengan rombongan di Ina Hami. Saya berangkat memang sebelum waktu shalat tiba. ‘’Kami sudah di Wawo bang. Lokasinya di Ina Hami sebelah utara jalan. Ada jalab masuk dan ada gerbang,’’ kata Wawan.

Saya benar-benar tidak paham ada apa di situ. Ada gerbang kecil, sederhana. Jalan masuk sudah pengerasan, pakai semen beton. Lebar sekitar tiga meter. ‘’Mobil bisa masuk,’’ kata Tengku Jubair.

Yang sudah populer itu tempat selfie sisi selatan jalan, menggantung di jurang. Ini sering saya lihat di medsos. Tetapi saya belum pernah selfie di situ. Saya pun sudah melihat langsung, saat bersepeda pagi sekali. Lumayan kreatif. Yang mau selfie ada juga yang jauh-jauh datang dari Dompu. Masuk dan selfie di situ ada bayarnya. Pemuda Wawo yang kelola. Tetapi yang ini kok masuk hutan?

 

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Lorong yang dibentuk dari bambu menyerupai arsitektur Uma Lengge.

Setelah saya telusuri, ada jalan masuk yang sudah disemen sepanjang lebih dari 200 meter. Semakin ke dalam, makin asri, sejuk. Ada mangga, nangka, kemiri, dan aneka pohon buah di tengah hutan itu. Air mengalir kecil. Katanya hanya saat musim hujan saja. Kita berharap kelak akan terus mengalir sepanjang musim. Tentu harus ada yang dibenahi. Hutannya harus kembali seperti dahulu.

Di ujung jalan itu, terlihat ada rekayasa baru. Ada pagar bambu pada tanah seluas lebih satu hektare. Ada bangku-bangku terbuka. Ada spot selfie, bangunan kayu yang ditinggikan. Dari situ, Kota Bima, juga teluk terlihat jelas. Ada berugak juga. Tanahnya datar, juga subur sekali. Sangat tepat misalnya kalau ditanam durian. Saya gagal menanam pohon yang berbuah mahal ini di Bukit Jatiwangi. Sudah tiga kali coba, mati terus. Kabarnya terlampau panas kalau musim kemarau. Walau disiram, tidak mampu juga bertahan.  ‘’Ini kita mau jadikan Wahana Wisata Wawo. Tiga W,’’ kata Tengku kepada saya.

Saya jadi penasaran. Bagaimana bisa pria kelahiran Raba Wawo, 6 Oktober 1977 ini, mendapatkan hak yang istimewa sekali mengelola lahan subur dan asri ini? Saya bukannya tidak percaya pada penuturan Tengku. Tetapi saya perlu data yang akurat soal ini. Saya pun menghubungi Kepala Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Maria Donggomasa, Ahyar HMA, S.Hut. Ahyar membenarkan apa yang disampaikan Tengku.

Alumni Universitas Islam Malang (Unisma) 2002 ini mendapat hak kelola lahan itu karena menjadi mitra Kelompok Tani Hutan (KTH) Dana Kala. KTH ini sendiri mendapat mandat mengelola hutan seluas 160 hektare bersama 200 anggotanya. Apa rencana Tengku untuk menjadikan tempat itu hebat? ‘’Banyak sekali. Itu semua akan rampung akhir April 2021,’’ ujar direktur CV Ncuhi Wawo ini.

Di Wahana Wisata Wawo ini, akan disulap Tengku menjadi destinasi wisata moderen seperti di kota-kota. Pasti Anda ada yang tahu Batu Malang misalnya. Aneka wahana bermain ada di situ. Ada flying fox, sepeda layang, sarana selfie, sarana pemandian umum. Di Ina Hami ini akan ada panggung alam juga untuk atraksi budaya. Tarian adu kepaala sebagai budaya asli Ntori, bisa disaksikan di sini. Ada juga ground perkemahan, pondok wisata, juga areal jalan wisata untuk pendakian serta perkemahan. Kuliner tentu yang nomor satu. Ada juga atraksi monyet dan penangkaran flora dan fauna. Pasti sangat cocok sekali untuk wisata keluarga, wisata edukasi. Saya ingin sekali bawa anak-anak saya ke sana.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Dari Kota Bima,tidak terlalu jauh. Jalan negara yang mulus, sangat mendukung pengembangan wisata ini. Dari kantor Wali Kota Bima hanya 14 kilometer kalau lewat Lampe. Tetapi ada juga jalan alternatif yaitu lewat Dodu, hanya 11 kilometer. Lebih dekat. Makanya putra Wawo campur Wera Timur ini optimis apa yang dirintisnya akan sukses. ‘’Ini yang pertama. Spot wisata yang sangat lengkap,’’ ujarnya dengan wajah optimis.

 

Kepala Bappeda Kabupaten Bima (kaos kuning) memberi motivasi kepada Tengku Jubair.

Ada keistimewaan pada lokasi hutan kawasan Ina Hami ini. Topografi yang menjulang dan terjal membuat blok wisata alam Inahami ini sangat bagus untuk dijadikan areal tracking/pendakian. Keren juga jika dijadikan bumi perkemahan. Kegiatan kemah bisa menjadi sarana belajar langsung di alam. Bisa sebagai wadah edukasi tentang pentingnya menjaga kelestarian kawasan hutan.

Saya sempat menjelajah lokasi ini. Sejuk sekali. Di antara pohon-pohon rindang, saya bayangkan kelak akan begitu ramai dikunjungi. Tempat parkir luas sudah disiapkan. Untuk tahap awal, motor bisa langsung parkir di lokasi lokasi. Untuk mobil walau bisa masuk, perlu pengembangan lagi. Ada pos penjagaan yang dibangun di pintu masuk. ‘’Saya sudah datangkan Satpam dari Jakarta. Kita kerjakan mereka di sini. Mereka saudara kita yang kena PHK akibat Covid-19,’’ kata suami Turayati asal Sape ini.

Wahana Wisata Wawo ini tentu akan membuka lapangan kerja baru, usaha baru, juga akan harapan ekonomi baru. Ada optimisme di saat kondisi sulit seperti sekarang. Tengku tentu tidak bisa sendiri. Kuliner misalnya, bisa saja ada lapak-lapak lain yang diberi ruang di situ. Begitulah cara ekonomi bekerja. Buat tempat orang untuk berkumpul, maka pasarkan barang Anda di situ.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Dari mana biayanya? ‘’Sejauh ini saya masih usahakan sendiri. Kalau sudah tidak mampu, baru minta bantuan,’’ kata ayah dari Rorensia Silsilia Salsabillah, Muhammad Rendi Aria Dewantara, dan Muhammad Riyad Jinan Fayi ini.

Peralatan flying fox, sepeda layang dan aneka wahana lainnya, sudah dipesan Tengku. Sedang dalam proses pembuatan. Jika semua sudah terpasang, rasakan sensasi terbang dengan sepeda di atas gunung yang tinggi sambil melihat Kota Bima dari kejauhan. Kawan-kawan yang hobi gowes, boleh juga gowes sambil melayang nanti.

Tengku sudah mulai belajar usaha ketika masih kuliah di Malang. Dia membuka lapak di pinggir jalan kawasan Dinoyo. Selain orang orang tua, yang selalu memberi motivasi saat itu adalah Turayati. Mereka belum menikah saat itu. Tinggalnya di Surabaya. Kalau kangen ya ke Surbaya. Mungkin di antara pembaca juga ada yang seperti itu. Menjalin hubungan jarak jauh.

‘’Saya buka lapak pinggir jalan daerah Dinoyo. Waktu itu jual kaset VCD dan buka cafe. Waktu kuliah memang sudah ada jiwa usaha, walaupun kuliah di Teknik tapi jiwa usaha sudah ada. Jatuh bangun itu biasa. Dan memang harus seperti itu supaya sukses,’’ kata Tengku.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Tengku sangat semangat menceritakan rencananya membangun Wahana Wisata Wawo.

Tengku mengaku punya pengalaman paling unik pada  2012 lalu di Kota Bima. Ia membuka Pekan Raya Bima di Lapangan Mangge Maci selama lebih dua pekan. Dia menyediakan sekitar 120 stand. Banyak juga yang berpartisipasi seerti dealer motor, toko elektronik, toko meubel, konveksi, mainan anak anak dan lain-lain. Ini menurut saya juga unik. Biasanya yang mengadakan pameran ya pemerintah di daerah. Tetapi ini perseorangan, ya Tengku ini. ‘’Masyarakat waktu itu senang sekali, karena mereka bisa jualan. Masyaraat juga banyak yang datang belanja. Itu semua murni saya yang bangun sendiri. Saya bangga pada diri saya karena bisa menghimpun semua pelaku ekonomi di Kota Bima. Alhamdullillah semua berjalan dengan baik dan sukses, semua senang,’’ ujarnya.

Dia berpikir beda. Dia mempertemukan penjual dan pembeli di satu tempat. Supaya ekonomi bergerak. Ada perputaran uang, juga ada hiburan bagi masyarakat. Kepala Bappeda Kabupaten Bima, H Muzakir mengaku salut dengan kiprah pria tiga anak ini. ‘’Pemerintah daerah akan mendukung kegiatan positif seperti ini,’’ tegasnya.  Apakah Anda juga punya saran buat Tengku Jubair? Silakan tulis di kolom komentar ya. (*/khairudin m. ali)

Bagikan berita

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

Ke Jeddah saat Menunggu Kembali ke Tanah Air ‘’USAI makan siang, kami menunggu bus yang akan mengantarkan ke Jeddah. Kami menunggu di pelataran hotel...

CATATAN KHAS KMA

Rutinitas Ibadah di Masjidil Haram RANGKAIAN ibadah umroh wajib telah berakhir. Itu cukup menguras tenaga, karena proses Tawaf dan Sa’i yang diakhiri Tahalul yang...

CATATAN KHAS KMA

Mampir di Hotel INI perjalanan hari empat bagian ke dua. Catatan perjalanan ini, memamg diturunkan berdasarkan hari perjalanan. Tetapi hari ke empat ini, ternyata...

CATATAN KHAS KMA

Masuk Raudhah Semalam kami mulai tidur sekitar pukul 22.00 waktu Madinah. Sepertinya, malam kedua sudah mulai terbiasa dari pengaruh jet-lag seperti hari pertama. Tidur...

CATATAN KHAS KMA

Sholat Pertama di Masjid Nabawi Alhamdulillah, perjalanan yang melelahkan dengan duduk selama sembilan jam, tiba juga di hotel Royal Andalus. Jam tangan yang saya...